blank

“Jadilah perintis, bukan pewaris” adalah quote yang sering kita jumpai di berbagai media dan seminar motivasi. Seolah quote ini memberikan semangat perubahan yang signifikan. Quote tersebut menjelaskan bahwa setiap orang harus memiliki semangat perubahan untuk menghasilkan suatu yang baru. Di sisi lain, quote tersebut menganggap bahwa menjadi seorang pewaris itu adalah hal yang buruk. Pewaris diartikan adalah seorang yang hanya menerima segala sesuatu yang diwariskan dan tidak memiliki kemauan untuk berubah. Padahal, setiap manusia adalah pewaris dari generasi ke generasi. Artinya quote tersebut membuat manusia lupa bahwa semua manusia merupakan pewaris dari generasi sebelumnya. Kontradiksi kata perintis dan pewaris yang beredar di masyarakat menjadikan manusia modern sombong dengan penemuannya. Mereka lupa bahwa konsep dasar dari penemuannya adalah warisan dari generasi terdahulu.

Pada dasarnya setiap manusia dari zaman Nabi Adam sampai sekarang adalah seorang pewaris. Pewaris dalam arti seorang hamba, bahwa Tuhanlah yang menciptakan manusia sedemikian rupa. Sesungguhnya manusia adalah pewaris, seorang hamba yang dibekali potensi jasad, potensi akal, potensi rasa, dan potensi spiritual yang secara langsung diberi oleh Tuhan. Artinya bahwa Tuhan telah mewariskan manusia dengan sebaik-baik ciptaan. Seperti halnya firman Tuhan laqodd kholaqnal insaana fii akhsani taqwiim, sungguh, Kami benar-benar telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.

Argumentasi ilmiah yang menjelaskan bahwa manusia adalah pewaris adalah dengan teori perkembangan manusia. Terdapat dua teori yang menegaskan bahwa manusia adalah seorang pewaris sejati. Pertama, teori genetik, bahwa manusia lahir memiliki sifat bawaan yang diwariskan orang tuanya. Jika orang tuanya memiliki kecerdasan dan sopan santun maka sedikit banyak sifat tersebut akan melekat pada anaknya. Kedua, teori ekologi, bahwa lingkungan menjadi faktor penting dalam perkembangan manusia. Artinya, jika lingkungan hidupnya mendukung anak untuk menjadi seorang akademisi, maka anak tersebut secara bawah sadar memiliki kecenderungan menjadi akademisi.

Kedua teori tersebut mendeskripsikan bahwa manusia adalah seorang pewaris sejati. Sesungguhnya, manusia berkembang melalui genetik dan lingkungan yang mengelilinginya. Informasi yang didapatkan melalui lingkungan menjadi suatu warisan ekologis dari generasi sebelumnya. Kecerdasan, sifat, dan watak menjadi warisan genetis dari generasi terdahulu. Hal tersebut mengingatkan kembali bahwa manusia sejatinya adalah seorang pewaris sejati.

Namun, di sisi lain semangat perintis memiliki dampak positif bagi progresivitas manusia dalam kehidupan. Semangat yang membara, strategi yang matang, pemikiran yang terbuka, daya kreasi yang inovatif dan pandangan yang visioner, menjadi sisi positif seorang perintis. Sesungguhnya, perubahan yang terjadi pada manusia tidak terjadi begitu saja, tetapi harus memerlukan perjuangan dari diri sendiri. Hal tersebut sesuai dengan firman Tuhan innallaha laa yughoyiru maa biqoumin hatta yughoyiruu maa bianfusihim, sesungguhnya Tuhan tidak mengubah nasib kaum sampai mereka mengubah nasibnya sendiri.

Semangat perintis sesungguhnya menabrakkan konsep satu dengan yang lain yang kemudian menjadi suatu inovasi baru atau pengetahuan baru baginya. Kemampuan membenturkan konsep-konsep yang ada adalah salah satu akar dari ilmu pengetahuan baru dan inovasi. Misalnya hal sederhana, konsep pertama bahwa api panas, konsep kedua adalah air jika terkena panas akan mendidih, kemudian kedua konsep tersebut dibenturkan lahirlah pengetahuan atau inovasi baru yakni konsep memasak air. Agar memiliki kemampuan ini, manusia harus memiliki pemikiran yang terbuka dengan teori atau konsep yang ada di dunia ini. Jika memiliki pemikiran yang kolot dan tertutup akan mengalami stagnasi dalam menjalin kehidupan di dunia ini.

Pada akhirnya, muara dari kontradiksi perintis dan pewaris adalah manusia harus bijak dalam menyikapi keduanya. Sesungguhnya manusia diciptakan dengan segala potensi yang diwariskan Tuhan kepada seorang hamba. Potensi tersebut menjadi warisan yang harus dioptimalkan dengan bijak untuk anfauhum linnnaas. Proses pengoptimalan potensi tersebut melalui jalan semangat perintis yang berani keluar dari zona nyaman, melawan malas, berpikir kreatif, inovatif, kritis, dan semangat untuk menjadi lebih baik. Artinya sinergis antara idiom pewaris dan perintis menjadi penting dalam kehidupan yang penuh dengan proses belajar. Tidak akan bisa pewaris berkembang tanpa adanya semangat perintis, sebaliknya perintis tidak akan berkembang tanpa adanya potensi pewaris.
Konsepsi perintis dan pewaris pada dasarnya menjadi bekal manusia dalam menjalankan tugas di dunia sebagai khalifatullah fil ardhi. Sebagai seorang pemimpin atas diri sendiri dan sebagai pemimpin dari semua makhluk di muka bumi. Penemuan baru yang terus berkembang dari optimalisasi potensi yang diwariskan Tuhan dan generasi terdahulu harus memberikan kemaslahatan bagi alam raya. Sabda Nabi SAW yang diwariskan kepada umatnya khoirunnaas anfa’uhum linnaas, sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi manusia lainnya. Akan damai dunia dan akhirat jika manusianya memiliki konsepsi dasar seperti yang disabdakan Nabi SAW dengan fastabiqul khoirot, berlomba-lomba dalam kebaikan.

Muhammad Nabhan Fajruddin
Muhammad Nabhan Fajruddin, merupakan mahasiswa UIN Walisongo Semarang yang juga aktif dalam mengikuti Maiyah Gambang Syafaat Semarang sejak 2019. Penulis lahir di Pekalongan, 6 Novermber 2000, yang memiliki motto ”Man Jadda wa Jada.” Penulis juga aktif dalam menuulis berbagai isyu sosial dan keagamaan di www.kompasiana.com/nabhanfjr sudah ada 13 tulisan yang ditulis dan 6.260 pembaca dalam media tersebut. Penulis juga baru saja menyelesaikan S.1 PAI dengan menulis skripsi berjudul “Pendidikan Akhlak Menghargai Perbedaan Melalui Learaning Community di Maiyah Gambang Syafaat Semarang”