blank

Euforia kemerdekaan sangat terasa kala sudah mendekati bulan Agustus. Gemerlap lampu dipingir jalan, warna merah putih yang bertebaran di sudut ruang, berkibarnya bendera kebangsaan, tak lupa papan pengumuman yang berisikan semarak jadwal perlombaan. Tentunya menjadi momentum yang sangat ditungu-tungu di setiap tahunnya.
Proklamasi
Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia. Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., Diselenggarakan dengan tjara seksama dan dalam tempo jang sesingkat-singkatnja.
Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05.
Atas nama bangsa Indonesia. Soekarno/Hatta.

Masih terngiang-ngiang di kepala kita, jika teks proklamasi selalu diputar di berbagai media massa saat bulan kemerdekaan. Begitu pun rasa nasionalisme dan patriotisme yang sangat lekat ditanamkan saat menempuh pendidikan formal di sekolah. Mulai dari bagaimana bangsa kita melawan penjajahan hingga mendapatkan status kemerdekaan secara mutlak. Begitulah semangat juang para pahlawan yang ingin diwariskan kepada generasi-generasi muda sekarang.

Di era kecangihan teknologi seperti saat ini, tentunya pemaknaan spirit kemerdekaan harus ditanamkan sejak dini. Berbeda dengan generasi terdahulu, untuk mendapatkan pemenuhan hidup harus berjuang lebih keras. Jika umbi-umbian adalah makanan keseharian, berbeda dengan zaman sekarang yang mudah mendapatkankan makanan cepat saji dengan berbagai menu sajian. Jika sekarang gaya komunikasi yang serba digital, di zaman dahulu komunikasi hanya melalui surat kabar yang dikirimkan melalui pos dan menunggu waktu lama untuk sampai ke tujuan. Jika anak-anak zaman dahulu bermain dengan bermacam permainan tradisional dengan memanfaatkan potensi alam, berbeda dengan anak sekarang yang diasikkan dengan permainan gadget, playstation dan tik-tokan.

Memang berbeda jika jiwa perintis dan pewaris, tak kala memaknai spirit kemerdekaan. Para proklamator sebagai perintis kemerdekaan bangsa Indonesia tentunya memiliki loyalitas terhadap bangsanya. Dengan tujuan untuk mencapai kemerdekaan dan melepaskan dari keterbelengguan para penjajah kolonial. Tentunya para perintis akan saling bersinergi untuk mencapai tujuan dengan mengupayakan segala hal. Terutama melewati berbagai peperangan, rela diasingkan hingga penghilangan identitas sampai pembunuhan. Mereka rela mengkorbankan nyawa mereka demi mencapai titik merdeka yang sesungguhnya.
Berbeda dengan jiwa pewaris, yang hanya menikmati hasil yang ditinggalkan oleh para perintis. Namun bukan menjadi hal yang mudah, jika para pewaris harus melanjutkan ekstafet perjuangan spirit kemerdekaan. Di kala penjajahan bukan lagi dengan bom meriang, bukan lagi dengan pistol snapan. Melainkan penjajahan di era sekarang adalah penjajahan ideologi, dengan penjajahan yang menghilangkan identitas bagi suatu bangsa. Bagaimana tidak? Jika banyak dari generasi sekarang lebih berselera dengan ala fashion kebarat-baratan, yang belum tentu cocok dengan budaya kita. Bahkan banyak gerakan-gerakan radikal yang menentang ideologi negara kita yaitu Pancasila.
Kemerdekaan suatu bangsa tentunya mimpi bagi setiap orang untuk mendapatkan hidup lebih sejahtera dan terpenuhi haknya. Sehingga Ir.Soekarno selaku bapak proklamator bagi negara kita mengungkapkan “Seribu orang tua bisa bermimpi, satu orang pemuda bisa mengubah dunia”. Jika kita berperan sebagai salah satu dari pemuda tersebut maka, perubahan akan semakin nyata. Tanpa harus mepermasalah kan siapa perintis dan pewaris, maka setiap kita bisa berperan sesuai dengan porsinya masing-masing. Dengan selalu merefleksikan arti spirit kemerdekaan pada diri kita masing-masing.