Corona virus dua Tahun terakhir ini memang memberi dampak yang tidak mudah bagi kita semua. Perihal kesehatan dan rasa was-was beradu menggebu menjadi beban yang berpadu. Media masa dan media sosial penuh berita yang isinya derita dan sengsara. Penyakit menular dan merenggut banyak korban jiwa. Keluarga yang dahulu ada, banyak pula yang meninggalkan nama. Para Jamaah maiyah pun harus menyeka air mata. Beliau kekasih kita, guru kita asal madura juga harus berpulang pada masa pandemi yang terasa saat itu belum ada habisnya.
Kekhawatiran dua tahun terakhir membuat kita saling menjaga. Pandemi itu hampir merupakan ruh yang tidak kasat mata. Membuat jarak kita untuk berkumpul bermaiyah senggang dan berkurang intensitasnya. Namun dalam hati kami, diajari kewaspadaan dan khusnudzon yang berpadu padan. Mendekatkan para jamaah untuk berdekatan melalui hati dan pikiran dimanapun berada. Menjalin rasa walau tidak berjumpa.
Saya teringat sekitar lima Tahun lalu sebelum pandemi. Di Padhang Mbulan, Mbah Nun pernah dawuh bahwa Jamaah Maiyah harus mengerti dan paham tentang balance (keseimbangan). Hal yang harus dilakukan oleh jamaah maiyah dalam setiap aktifitas kehidupannya setiap saat. Mbah Nun memberi benih dan ditanam, memberi ilmu dan pendar-pendar cahaya penerangan. Maka para Jamaah harus mengimplementasikan itu semua agar bermanfaat untuk dirinya sendiri dan siapapun juga. Saya menangkap bahwa Beliau mengingtkan bahwa boleh bermaiyah atau hadir dalam forum kapanpun juga dan dimanapun juga, tetapi para anak cucunya harus mengerti momentum dan memaksa dirinya untuk tetap bermanfaat dan berkarya.
Makna keseimbangan itu juga diperkuat oleh Bapak Yusron Aminulloh (Adiknya Si Mbah) setiap beliau menjadi sumber pusat lalu lintas (moderator) Padhang Mbulan. Setiap akhir acara, saya masih teringat bahwa beliau memberi nasihat untuk para jamaah bahwa maiyah harus seimbang, para jamaah diingatkan pula untuk bermanfaat dan berkarya bagi keluarga dan dirinya. Dalam arti yang saya tangkap, para jamaah diingatkan bukan hanya maiyahan terus dalam forum sampai pagi lalu tidur-tiduran seharian dan malam mendatangi forum lain sampai pagi lalu siang tidur-tiduran lagi dan berulang terus menerus setiap hari. Tetapi para jamaah harus juga berkarya, bekerja, dan menerapkan apa yang sudah didapat dari maiyah untuk menebar manfaat bagi sekelilingya.
Ternyata pesan-pesan beliau tentang keseimbangan itu terbukti dan terjadi ketika kita dihadapkan dengan masa pandemi. Para jamaah memang harus sendiri dulu, menepi dan melakukan perenungan-perenungan. Lelaku sepi dalam keramaian harus diimplementasikan. Entah itu riuh dan ramai dalam wirid, dzikir atau penjagaan bagi keluarga dan sekitarnya. Saya yakin para Jamaah sudah paham dan mengerti maksudnya.
Dua tahun sudah berlalu, meninggalkan pesan dan kesan. Mengajarkan apapun yang belum pernah kita bayangkan. Alhamdulillah kita dikenalkan Maiyah menangi Si Mbah yang sangat kita rindukan penuh dengan mahabah. Setelah 2 tahun hanya bertemu dalam mimpi dan teknologi, pesan-pesan beliau ketika beberapa tahun lalu ibarat menunaikan janjinya. Bahwa keseimbangan yang telah dijalani para jamaah maiyah baik ramai atau sepi, entah itu bersama atau sendiri, gelap atau terang, tadi malam memuncak dan mekar dalam pendar cahaya yang mempesona. Kita bisa berkumpul lagi bersama. Memaknai malam di Padhang Mbulan. Membersamai keseimbangan yang telah kita terapkan. Mengajak sepi untuk bertemu dengan ramai yang sejati. Ditutup dengan harapan selamat tinggal pandemi, terima kasih telah memberi kami pelajaran untuk ikhtiar memahami keseimbangan.