“Id itu artinya kembali. Fitri itu artinya orisinalitas, asal-usulnya manusia. Kembali ini bisa tingkat kultural sebagaimana mudik, mencari asal-usul. Kedua, tingkat antropologis, setelah mencari ternyata sampai pada kesimpulan oh ternyata leluhur kita sama, kita semua saudara, sama-sama keturunan Adam. Ketiga, tingkat tauhid, bahwa semua makhluk akan kembali ke-Allah.”
Pertanyaan:
Apakah makna Idul Fitri?
Cak Nun menanggapi:
Ini pendapat saya, Anda tidak harus percaya dengan pendapat saya. Syawalan hanya ada di Indonesia. Jika ada di Malaysia, Amerika, orang obyang-ubyung pas riyoyo itu pasti orang Indonesia. Maka syawalan tidak begitu terkait dengan nas Islam, itu terjemahan kultural dari prinsip-prinsip Islam, khas Indonesia. Kita tahu syawalan dari Kiai Wahab Hasbuallah berunding dengan Pak Sukarno. “Mbok Nak Riroro ngene iki do ngelumpuk” (Mbok kalau pas lebaran begini pada berkumpul) terus menjadi halal bi halal, terus menjadi syawalan.
Idul Fitri itu ada dua makna, Id itu artinya balik. yaudu, aada, yaudu, Idan, wa huwa ‘Aaid, kembali. Fitri itu ada dua macam, pertama fitri itu orisinalitas, asal-usulnya manusia. Asline sopo koe? Kita coba cari sehingga kita kembali ke aslinya. Kembali yang pertama itu bisa ke tingkat kultural misalnya mudik. Kita mencoba mencari asal-usul kita, fitrah kita. Kedua, fitrah ini bisa diteruskan ke tingkat antropologis. Pertanyaan yang muncul adalah, Sebenarnya saya ini cucunya, cicitnya, udek-udek siwur, terus sampai nabi Adam. Oh ternyata sama keturunannya, lho kanggo opo aku mudik? Sak ketemune uwong berarti sedulur.” (untuk apa saya pulang, semua orang ternyata saudara). Karena antropologi rencana mudik menjadi batal.
Mudik kita pertahankan karena kita berhenti level kultural saja. Ketiga, jika mau diteruskan lagi maka ke level tauhid. Asalnya njenengan itu tidak ada, asalnya ya Allah sendiri. Tidak ada selain Allah. La ilaha illallah. Tidak ada apa-apa selain Allah. Jika ada selain Allah itu hanya Allah menyipratkan dirinya pyur kemudian jadi Anda, jadi saya, jadi alam, jadi gunung, jadi samudra. Tetapi sejatinya ya itu gusti Allah sendiri. Ning nak iki tak teruske mengko do gendeng kabeh. Mulo bab iki tak endek. (Jika ini saya teruskan maka nanti pada gendeng semua, maka bab ini saya hentikan). Tidak usah diteruskan nanti malah seperti Syaikh Siti Jenar, Ibnu Arabi, dan lain-lain.
Kedua fitri itu dari kata ifthar, afthortu. Afthortu itu aku makan, aku sarapan. Fitri adalah mangan, setelah puasa tiga puluh hari sekarang makan lagi. Itu namanya Idul Fitri. Kita disuruh memilih antara Idul Fitri yang maknanya ke kesucian atau penciptaan dan Idul Fitri yang artinya makan lagi.
Diskusi dilanjutkan ke tahap berikutnya, tentang utamanya mana antara kegembiraan dan kebaikan sebagai nilai. Baik yang tidak menggembirakan, dan gembira tetapi tidak baik. Pilihan yang menurutku perlu dipilih adalah bagus tetapi gembira. Tetapi kadang-kadang kita tidak punya pilihan. Memilih senang tetapi tidak baik atau memilih baik tetapi tidak senang.
Sekarang praktiknya Idul Fitri kita sebut hari raya. Raya itu perayaan, rame, pesta. Salah satu contohnya adalah takbir itu dirayakan dengan jidor, drum band. Aslinya jika menurut kekhusukkan dan estetika takbir kalau dalam teori musik jangan sampai ada benda yang dipukul ketika takbir. Kalau digesek tidak apa-apa dan ditiup masih mungkin. Tapi kita lihat sekarang takbiran diiringi oleh perkusi. Koe ki janjane takbiran opo dangdutan? (kamu itu sebenarnya takbiran apa dangdutan). Bagaimana kekhusukkan bisa di dapat? Saya dilahirkan di sebuah desa di mana kekhusukan takbir itu terjadi.
Manusia sekarang takbiran sambil berjoget. Dan Allah menyampaikan di dalam Alquran “Kebanyakan manusia itu tidak mau mikir, kebanyakan manusia itu tidak mau menggunakan akalnya” dan dikatakan berpuluh-puluh kali di dalam Alquran.
Tambahan dari redaksi:
Tentang takbir kita bisa renungkan dengan pilihan kegembiraan dan kebaikan. Kita disuruh milih antara baik dan gembira, jika hanya memikirkan tentang gembira maka kita bisa takbiran sesuka hati kita, tetapi jika kita mempertimbangkan kebaikan maka kita harus berpikir, takbir yang baik seperti apa. Tentu saja gembira dan baik bisa dicapai bersama. (Muhajir Arrosyid).
Sumber: Youtube, Cak Nun di Acara Idul Fitri.
Link: https://www.youtube.com/watch?v=ppUjDh58Bwk.
Syawalan 11 Juli 2016 di DPRD DIY.