Jika kamu ingin mendaki gunung, ada banyak persiapan. Persiapan alat, rute pendakian hingga olahraga fisik. Persiapan perlu dimatangkan agar pendakian lancar. Namun, apa yang kalian persiapkan untuk bermaiyah? Entahlah, saya yakin kalian tidak perlu persiapan khusus. Tidak usah olahraga dahulu agar kuat duduk hinggga lima jam lebih. Tidak usah belajar atau membaca buku banyak agar tak terlihat dungu. Kalian hanya perlu waras untuk datang ke maiyah. Bahkan orang yang tidak waras kadang kita temui di tempat–tempat maiyah. Maiyah itu pertemuan. Pertemuan antara ketidaktahuan dengan ketahuan, antara bukan suadara, dan antara generasi. Ali Fatkhan membenarkan bahwa maiyah adalah suatu wasilah agar kita menjadi sedulur (baca : saudara).
Sedulur harusnya berasal dari kedekatan seperti ikatan keluarga dan proses yang tak sebentar. Tapi ada jalan tol untuk menjadikan maiyah sebagai wasilah agar cepat menjadi sedulur. Di maiyah orang–orang saling menjaga dan merasa aman, sehingga seduluran di maiyah terjalin cepet, kuat dan tahan lama. Oh iya hal yang perlu dipersiapkan adalah mencoba meninggalkan istri dan anak dalam keadaan bahagia, agar di maiyah kita tak perlu merasa sungkan sering meninggalkan keluarga. Ujar Kang Ali, yang menceritakan proses meninggalka rumah sebelum bermaiyah.
Orang–orang dari Kudus, Pati, Demak, Kendal bahkan Tegal tiba–tiba menjadi sedulur di setiap tanggal 25. Mereka merasa perlu menikmati Gambang Syafaat (GS) karena GS adalah simpul maiyah yang berjalan lama di antara simpul maiyah seperti Padhangmbulan, Mocopat Syafaat, Juguran Syafaat atau Kenduri Cinta. Para pegiat maiyah itu rela meninggalkan istri dan anak di rumah untuk sekedar duduk menikmati suasana kebahagiaan. Maiyah mempertemukan mereka kembali.
Seperti biasa 25 April GS di Masjid Baiturrahman Semarang membuat para sedulur maiyah berkumpul untuk sinau bareng yang kali ini mengudar tema #Demam Save. Muhajir Arrosyid mengawali tema dengan kegunaan tagar di media sosial. Seperti tanda #save yang sering kita jumpai. Muhajir beranggapan bahwa #save bukan lagi alat untuk saling mengamankan bahkan digunakan sebagai alat untuk bertengkar. Ada #SaveA #SaveB, tanda tagar ini seolah sebagai alat pembenaran untuk A dan jika tidak sependapat maka dianggap liyan, tidak sama, bahkan lebih parah lagi dianggap musuh.
Panggung GS tak sekedar menampilkan uraian materi dari pengudar tema. Ada juga tampilan musik yang biasa kita saksikan di GS. Ada Wakijo lan Sadulur membawakan lagu berjudul Doa Kidung Malam. Dengan gitar, organ dan suara khas sang vokalis, saya yakin kalian akan ikhlas memuji penampilan mereka. Wakijo lan sadulur menemani jamaah hingga akhir maiyah. Selain Kang Hajir, dan Kang Ali Fatkhan ada juga Gus Aniq, Pak Eko Tunas, Pak Ilyas dan Habib Anis.
Save adalah istilah bahasa inggris. Save bisa berarti menyimpan atau menyelematkan. Dalam ilmu ekomnomi save diartikan menabung. Gus Aniq mengkritik #save sebagai sebuah ketidakjelasan. Menurutnya hal ini malah menjadikan kejelasan menjadi tidak jelas dan ketidakjelasan malah dijadikan kejelasan. Sehingga menimbulkan pro dan kontra. Orang-orang yang seharusnya pro kejelasan malah menjadi kontra terhadap kejelasan. Contoh lain yang disampaikan Gus Aniq tentang ketidakjelasan adalah lahirnya Perpu, Perda atau aturan-aturan yang membingungkan.
Gus Aniq lalu memberikan wawasan ihwal norma–norma yang seharusnya berlaku di masyarakat untuk membendung ketidakjelasan. “Kita punya 3 modal yaitu Bashar, Bashiroh dan Daud atau rasa. Bashar berarti melihat, Bashiroh itu mata batin, daud itu roso. Gus Aniq mengingatkan kepada para jamaah jangan suka kagetan dan penuh keraguan. Karena itu penyakit yang paling kronis.
Kang Ali gantian mengudar tema malam itu. Kang Ali menekankan pentingnya persaudaraan yang dibentuk dalam proses bermaiyah. Rasa saling menjaga dan aman menjadi modal kuat dalam paseduluran maiyah. Kang Ali menganggap demam #save tak selalu buruk. #save juga bisa menjadi baik jika itu digunakan dalam hal konsolidasi, berkumpul untuk tujuan mulia. Namun hal itu juga bisa buruk jika itu digunakan untuk menyerang kelompok tertentu.
Islam itu adalah agama keselamatan. Apapun perlu diselamatkan karena dua hal. Pertama, Penting. Orang dianggap penting jika bermanfaat terhadap lingkungan begitupun sebaliknya. Kedua, aset. Aset itu bisa berupa keluarga, harta benda hingga nama baik. Oleh sebab itu kita perlu menjaga aset dalam kehidupan kita bermasyarakat. Malam semakin larut, suasana sekitaran Masjid Baiturrahman masih terasa ramai. Lokasi yang berada di Simpang Lima Semarang, menjadikan GS mudah diakses dari berbagai kota. Para jamaah masih terlihat banyak. Apalagi puisi–puisi yang bergilirian dibawakan Cak Noeg dan Bang Jun. Puisi puisi terebut tak sekadar menampilkan kata–kata indah nan romantis. Namun puisi yang disampaikan CN bernada satir malah membuat jamaah menertawakan diri sendiri.
Kali ini giliran Pak Ilyas. Isi seputaran dunia kampus misal mahasiswa, skripsi, dosen dan maiyah menjadikan Pak Ilyas semakin dekat dengan para jamaah. Isinya cuma kebahagiaan saja. Tak ada keputusasaan bab skripsi yang tak kunjung selesai, biaya kuliah nan tinggi. Pak Ilyas selalu menyisipi perilaku–perilaku positif terhadap para jamaah yang berlabel mahasiswa.
Tak ada kesimpulan atau semacam kesepekatan bersama di setiap akhir proses bermaiyah. Para jamaah diminta menyerap uraian–uraian menurut kadar mereka sendiri. Tak perlu sama dan sepaham dengan pembicara di atas. Para Jamaah maiyah yang sebelumnya duduk bersama, di akhir acara berdiri bersama, berdoa dan saling bersalaman satu sama lain. Mereka seolah berpesan dan saling mengudar janji “Kita bertemu lagi di bulan berikutnya”. Priyo Wiharto.