Sore hari sekitar pukul empat sore setelah bekerja, saya berjalan menuju Desa Banjarejo Kabupaten Grobogan dengan mengendarai sepeda motor saya. Ketika berangkat dari tempat kerja saya sudah di berkahi dengan turunnya hujan, lumayan lebat sekali, saya tetap melanjutkan perjalanan meskipun sendiri. Perjalanan baru beberapa kilometer, hujannya sudah reda kemudian saya berhenti melepas jas hujan yang saya pakai waktu berangkat tadi.
Dulu waktu acara Sinau Bareng di Gemolong Sragen, saya teringat apa yang yang disampaikan oleh Mbah Nun. “Jangan jadikan hujan itu sebagai penghalang tapi jadikanlah sebagai wujud rindu bertemu kepada para kekasih Allah”. Pada saat itu sampai sekarang saya selalu mengingat pesan beliau, meski pernah saat berangkat maiyahan di tengah perjalanan hujan turun begitu lebatnya, saya tetap melanjutkan perjalanan dan tidak pernah menghentikan langkah saya hadir di sinau bareng.
Adalagi peristiwa saat saya berangkat maiyahan di IAIN Surakarta, waktu itu sudah sore sekitar jam lima, kabel gas motor saya putus di tengah jalan, otomatis motor saya tidak bisa buat berjalan lagi. Akhirnya saya berjalan kaki menuntun motor saya ke bengkel terdekat, saya melihat masih ada bengkel motor yang buka, saya minta tolong untuk memperbaiki kabel gas motor saya yang putus.
Perasaan saya agak kecewa setelah dibilangi yang punya bengkel tadi, kalau bengkel sudah mau tutup, dengan rendah hati saya berkata, mas saya bener-bener minta tolong sama sampeyan, saya ini mau pergi ke pengajian Cak Nun, rumah saya juga sudah jauh dari sini. Saat mendengar kata Cak Nun tadi orang yang punya bengkel tadi langsung berkata dia mau memperbaiki motor saya, entah semacam mendapat dorongan energi apa ketika saya tadi mengucapkan kata Cak Nun tadi. Alhamdulillah saya terasa lega setelah motor saya diperbaiki, tidak lupa saya kasih ongkos lebih buat dia.
Perjalanan kembali saya lanjutkan setelah motor saya selesai diperbaiki, dit tengah perjalanan saya mau mengisi bahan bakar motor saya, ketika melihat kunci motor kok tidak ada, saya cari-cari di sekitar saya juga tidak ada. Kemudian saya putuskan balek lagi untuk mencari kunci motor saya yang hilang tadi, saya telusuri jalan yang sudah terlewati tadi, hasilnya sudah berjalan jauh juga tidak ketemu. Pada akhirnya saya putuskan mencari bengkel motor lagi, waktu sudah menunjukan pukul enam sore lebih setelah Maghrib. Kembali saya mengucapkan syukur Alhamdulillah, saya melihat ada bengkel motor yang masih lembur.
Saya beranjak menuju bengkel motor tersebut lalu minta tolong sama yang punya bengkel untuk membukakan bagasi motor saya, sempat saya ditanya yang punya bengkel tadi, mau kemana dan dari mana tadi mas. Saya menjawab, dari Jepara mau ke pengajian Cak Nun di Surakarta, tanpa banyak basa-basi ketika mendengar jawaban saya, orang tadi langsung memperbaikinya, seperti mendapatkan energi dorongan lagi, ketika saya ucapkan kata Cak Nun seperti waktu pertama di bengkel tadi dan tidak lama langsung bisa dibuka bagasi motor saya.
Masalah on atau off-nya mesin saya bisa membenahi sendiri untuk sementara karena saya dulu juga pernah bekerja sebagai karyawan bengkel motor. Kayaknya malah tidak pas, kalau hanya meminjam kunci untuk membuka bagasi saya, alangkah baiknya biar dikerjakan terus saya kasih ongkos kerja buat yang punya bengkel motor tadi sebagai ucapan terima kasih karena sudah mau menolong saya.
Dari situ saya sering mempelajari peristiwa-peristiwa yang membuat saya tidak putus asa, meski banyak cobaan yang datang tetap saya hadapi. Apalagi kemarin sebelum sampai di lokasi acara sinau bareng di Desa Banjarejo, selain jaraknya dari Kabupaten Purwodadi masih empat puluh kilometer tapi desanya juga cukup pelosok menurut saya. Bolak-balek berhenti, bertanya pada orang di pinggir jalan sampai lima kali lebih. Begitu sampai arah jalan masuk ke desa Banjarejo masih delapan kilometer lagi, arah jalan tersebut saja masih kebanyakan bebatuan, sampai di lokasi acara pukul tujuh malam, tampak masyarakat sudah sebagian memenuhi lapangan timur rumah fosil Desa Banjarejo.
Saya juga melihat anak-anak Desa Banjarejo sudah berada di atas panggung, mempersembahkan lagu-lagu dolanan zaman dahulu dengan alat musik gamelan dan mereka semua juga memakai pakaian tradisional zaman dahulu. Tidak lupa saya juga berkenalan dengan orang yang berada di kanan kiri saya untuk menambah kerabat lagi.
Dari belakang tampak terlihat para banser mencarikan jalan Mbah Nun menuju ke panggung. Begitu beliau berada di atas panggung, tampak wajahnya tidak terlihat capek ataupun letih, yang saya lihat beliau malah kelihatan bersemangat sekali, padahal kalau saya rasakan setelah perjalanan yang panjang tadi, saya merasakan letih tetapi setelah melihat beliau di atas panggung, rasa letih ini seakan-akan hilang, entah seperti mendapat energi baru, begitu juga jamaah yang hadir pada malam itu tampak bersemangat sekali menerima asupan ilmu-ilmu yang akan beliau berikan kepada mereka semua.
Suasana memang terlihat berbeda pada malam itu ketika pembawa acara membacakan pantun-pantun jenaka, yang membuat seluruh jamaah yang hadir tertawa riang gembira, apalagi saat KiaiKanjeng hadir mengenakan sarung semua, saya sendiri belum pernah melihat di acara-acara sinau bareng sebelumnya. Sungguh memang berbeda daripada yang lain menurut saya, seperti mendapatkan ilmu-ilmu yang baru.
Menurut yang saya rasakan, semangat Mbah Nun begitu terlihat sekali setiap hadir di hadapan orang-orang pedesaan, tidak seperti acara sinau bareng di kota-kota. Ilmu-ilmu yang beliau berikan sungguh-sungguh mendalam, apa yang selalu beliau sampaikan selalu bermanfaat bagi siapapun. Ketika beliau mengatakan hidup itu 90 persen moga-moga, yang 5 persen bisa iya dan yang 5 persen dan kita juga dituntut kalau hidup jangan terlalu mengandalkan kehebatan, yang kita utamakan adalah kasih sayang dan mengamankan satu sama yang lain.
Sudah jelas sekali apa yang disampaikan beliau setiap acara sinau bareng, apapun yang terjadi selalu ucapkanlah “Lahaula Wala Quwata Illa Billahil Aliyil Adzim(Tiada daya yang lebih hebat dan tiada kekuatan yang menandingi melainkan dengan pertolongan Allah Ta’ala)
Banyak ilmu yang baru selalu saya dapatkan setelah maiyahan dan juga energi, entah itu energi apa, yang jelas saya mensyukurinya karena itu baik bagi saya. Betah berjam-jam duduk bahkan sampai subuh sekalipun, sampai-sampai dua kali hadir di acara maiyahan kemarin di Grobogan dan Majelis Masyarakat Maiyah Gambang Syafaat, saya merasakan memperoleh energi dan ilmu baru yang belum pernah saya dapatkan.
Apalagi setelah pulang dari acara tersebut rasa lelah dan letih seolah-olah hilang dengan sendirinya, padahal istirahat tidur hanya tiga jam, kemudian bangun pagi untuk melanjutkan aktivitas bekerja dan itu tidak membuat masalah bagi saya. Karena pernah saya begadang sampai pagi, besoknya bangun pagi buktinya rasa lelah dan mengantuk akibat begadang juga terasa, tetapi kenapa setelah maiyahan bersama Mbah Nun dan KiaiKanjeng seperti memperoleh energi baru, apa karena maiyah selalu menghadirkan Allah dan Rasulallah SAW.
Jepara, 02 November 2017