Sebagai pembuka tahun 2025, tepatnya di bulan Januari, Gambang Syafaat kembali menggelar agenda sinau bareng yang ditujukan bagi seluruh jamaah maiyah khususnya di Kota Semarang. Cuaca mendung dan hujan mengguyur tidak membuat semangat para penggiat surut. Persiapan demi persiapan dilakukan dengan penuh dedikasi; mulai dari pemasangan tenda, panggung, tikar untuk jamaah, hingga warung gambang yang menyajikan berbagai minuman dan jajanan. Kebersamaan tersebut menciptakan suasana yang hangat di tengah dinginnya malam di Masjid Diponegoro, Peleburan, Semarang yang menjadi tempat berlangsungnya acara rutinan pada 25 Januari 2025 ini.
Acara dimulai dengan lantunan munajat oleh Kang Jion, Mas Ihfan, Mbak Anjani, Mbak Arum, Mas Wahyudi, serta grup Rebana Gambang. Dengan penuh khidmat, lantunan munajat tersebut mengajak para jamaah untuk selalu mengingat Gusti Allah SWT dan merasakan kehadiran Kanjeng Nabi Muhammad SAW dalam setiap hembusan nafas. Suasana khusyuk ini menjadi pembuka yang indah bagi acara sinau bareng ini.
Mukadimah yang disampaikan oleh Mas Ihfan dan Mba Diyah memantik diskusi dengan tema “Laku Nyantosani”. Tema ini mengajak kita untuk merenungkan makna hidup dan tujuan dari setiap tindakan kita. Nyantosani berarti saling menyentosakan, memberikan manfaat, menciptakan nuansa kebahagiaan, dan memuliakan alam semesta. Pertanyaan reflektif pun diajukan, “Sudahkah laku kita hari ini menyentosakan? Sudahkah kehadiran kita menjadi kebaikan yang tulus seperti burung yang berkicau di pagi hari—ringkas, sederhana, tetapi mendalam manfaatnya?”
Sinau bareng malam ini menampilkan berbagai talenta yang saling berkolaborasi antara Mas Wahyudi, Mas Bagas, Mba Anjani, dan Teater Gema. Dengan suara merdu yang harmonis, seluruh pengisi acara membawakan lagu-lagu yang nikmat didengar dan menyentuh hati para jamaah. Suara gitar mas Wahyudi berpadu dengan suara merdu Mas Bagas menciptakan suasana yang penuh kehangatan di tengah malam yang dingin. Tak kalah menarik, penampilan Mbak Anjani dan Teater Gema dalam sebuah musikalisasi puisi pun berhasil membawa penonton pada perjalanan emosional, di mana kata-kata puitis berpadu dengan melodi yang indah. Setiap bait puisi yang dinyanyikan seolah mengajak penonton untuk merenung dan merasakan kedalaman makna yang terkandung di dalamnya.
Nyantosani dan Ibadah dalam Sudut Pandang Islam
Pak Fauzan mulai membahas tema Laku Nyantosani dalam sudut pandang Islam. Nyantosani yang berarti memperkuat persaudaraan dengan kebahagiaan yang tidak hanya berasal dari diri sendiri, tetapi juga dari kemampuan untuk memberikan kebahagiaan kepada orang lain. Pak Fauzan mengutip hadist yang berbunyi خَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ “khoirunnas anfa’uhum linnas” yang menyatakan bahwa sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lain, dan manusia yang demikian adalah yang paling dicintai oleh Allah SWT. Dalam konteks ini, beliau menekankan pentingnya beramal untuk membuat sesama muslim berbahagia. “Amal yang dicintai Allah adalah yang membuat muslim lain berbahagia”, ujarnya.
Hadist lain yang dibahas adalah salah satu hadist qudsi yang memiliki arti “Hai anak Adam, Aku sakit, tetapi kamu tidak menjenguk-Ku”, yang menjelaskan bahwa Allah akan menanyakan kepada manusia tentang kepedulian mereka terhadap sesama. Dalam hadist tersebut, Allah berfirman bahwa menjenguk orang sakit, memberi makan dan minum, serta bersedekah kepada yang membutuhkan adalah bentuk ibadah yang sangat dihargai. “Dari sini kita belajar bahwa nyantosani adalah tentang kepedulian dan saling membantu”, tambah Pak Fauzan.
Pak Fauzan menekankan bahwa ibadah adalah keharmonisan antara manusia dengan Tuhan, sesama manusia, dan alam. Beliau mengingatkan bahwa seorang wanita yang ahli ibadah tetapi berlaku jahat terhadap hewan peliharaannya tidak akan masuk surga. “Ini menunjukkan bahwa esensi ibadah tidak hanya untuk diri sendiri, tetapi juga untuk seluruh makhluk dan alam”, tegasnya.