Orang-orang sering sekali merayakan kehebatan, prestasi di atas pondasi kemasyhuran tepuk tangan, keberhasilan finansial, kecanggihan intelektual dan berbagai ukuran kemegahan lainnya. Orang yang merantau dari tempat asal, disanjung-sanjung ketika sedang pulang kampung dan membagikan kelebihan uang. Para mahasiswa yang bahkan belum menjadi apa-apa, mendapatkan tempat lebih tinggi dari pada anak-anak kampung yang menjalani hidup hanya di kampung halaman. Selebgram dan tokoh-tokoh utama media sosial, seperti Nabi yang ditunggu tunggu update status dan storynya. Demikianlah, kita membayangkan kehebatan dari capaian-capaian.
TIdak Salah, sebab keberhasilan adalah tentang capaian. Tetapi ada jenis kehebatan lain yang mungkin kita perlu tuliskan. Daya tahan, daya survival di tengah keterbatasan merupakan kehebatan. Saat seseorang di tengah segala keterbatasan, misalkan tidak ada asupan gizi yang memadai, tak adanya akses informasi dan berbagai fasilitas pada umumnya, bisa hidup dan tidak mati-mati, itu artinya daya tahan menghadapi masalah teruji. Orang-orang Indonesia dikenal punya daya tahan ini, masalah tidak harus dicarikan solusi, tetapi cukup dilakoni. Nglakoni tanpa ada terbersit niat bunuh diri, nglakoni tanpa pernah putus harapan, nglakoni dengan bersandar pada diplomasi noto ati.
Ada komunitas mampu melakukan capaian-capaian menakjubkan dalam waktu singkat. Beritanya ditulis berlembar-lembar, viral dan menjadi trending. Prestasinya kemudian menjadi prasasti, diceritakan dan dikenang. Tetapi, ada komunitas yang bertahun-tahun, bahkan berpuluh tahun istiqomah, melakukan perjalanan panjang tanpa kenal lelah meski mungkin secara capaian, tidak mendapatkan kemegahan. Orang sering lupa bahwa kehebatan tidak saja kemegahan, kehebatan juta tentang daya tahan dan survival.
Lebih dari sepuluh tahun saya bergabung dengan Gambang Syafaat, dengan lika-likunya, dari mulai duduk di pojokan membaur dengan jamaah di tahun 2000 an, sampai mendekat ke ruang percakapan para penggiat, dan berkhidmat duduk bersama para Marja. Saya mengalami era kemegahan Gambang Syafaat saat jamaah penuh sesak, juga era di mana tidak lebih dari 20 orang melingkar bersama. Dan itu tidak membuat Gambang Syafaat jumawa sekaligus tidak membuat rendah diri. Gambang Syafaat tidak mencari kehebatan, Gambang Syafaat merajut cinta, menjadi rumah bersama dengan banyak pintu bagi para pejalan maiyah.
Selamat Milad Gambang Syafaat !