blank

Perubahan generasi adalah keniscayaan yang selalu menyertai perjalanan sejarah manusia. Dunia terus berputar, membawa perubahan pada budaya, cara pandang, dan pola pikir. Budaya dari berbagai wilayah saling bertukar hingga melahirkan peradaban baru. Dalam proses ini, generasi muda selalu dihadapkan pada tugas besar: mewarisi, menjaga, dan mengembangkan zaman mereka.

Namun, setiap pergantian generasi sering diiringi fenomena yang berulang: generation gap, sebuah jurang perbedaan pemahaman antara generasi tua dan generasi muda. Generasi yang lebih tua cenderung meromantisasi masa lalu sebagai era keemasan—zaman yang dianggap lebih ideal, murni, dan alami. Mereka kerap melihat generasi muda sebagai kelompok yang rapuh, manja, dan tidak tangguh seperti generasi sebelumnya. Sebaliknya, generasi muda sering merasa tidak dipahami, bahkan dibatasi, karena tolok ukur mereka sering kali berbeda dengan generasi sebelumnya.

Generasi Z, atau yang sering disebut sebagai Gen Z, adalah generasi yang lahir di era digital, sekitar pertengahan 1990-an hingga awal 2010-an. Sebagai generasi yang tumbuh dengan internet, media sosial, dan teknologi canggih, Gen Z sering disebut sebagai digital natives. Kehidupan mereka tak bisa dipisahkan dari teknologi, menjadikan mereka generasi yang sangat terhubung secara global dan memiliki akses informasi yang hampir tak terbatas.

Gen Z adalah generasi yang penuh warna dengan karakteristik yang mencerminkan zaman mereka. Mereka memiliki kesadaran yang tinggi terhadap isu-isu global, seperti lingkungan, kesetaraan sosial, dan kesehatan mental. Generasi ini juga menunjukkan minat besar terhadap gaya hidup sehat, baik dari segi fisik maupun emosional. Kesadaran mereka terhadap pentingnya menjaga keseimbangan hidup semakin tinggi berkat akses informasi yang mudah melalui teknologi.

Namun, teknologi juga membawa tantangan besar bagi Gen Z. Informasi yang melimpah sering kali tidak disertai dengan kemampuan memilah mana yang benar dan mana yang bias. Fenomena post-truth—di mana emosi dan opini pribadi lebih dipercaya daripada fakta objektif—muncul sebagai salah satu tantangan utama generasi ini. Gen Z sering kali menghadapi situasi di mana informasi yang sepenggal dianggap kebenaran mutlak, sehingga mudah terjebak dalam bias dan polarisasi.

Di tengah tantangan era modern yang semakin kompleks, Maiyah hadir sebagai sebuah ruang yang unik. Maiyah bukan hanya sebuah gerakan kebudayaan, tetapi juga jembatan yang menghubungkan generasi, nilai-nilai, dan zaman. Di sini, para generasi muda menemukan wadah untuk merenungkan identitas mereka, menjelajahi makna kehidupan, dan membangun kesadaran kolektif yang lebih tinggi.

Maiyah memiliki daya tarik yang istimewa bagi generasi muda karena pendekatannya yang tidak dogmatis namun tetap sarat makna. Nilai-nilai yang ditawarkan Maiyah memungkinkan mereka melihat dunia dengan cara yang lebih holistik. Di tengah budaya blaming dan romantisasi masa lalu, Maiyah justru mengajarkan kebijaksanaan untuk menerima perubahan tanpa kehilangan akar budaya.

Generasi muda yang hadir di Maiyah tidak hanya menjadi peserta pasif, tetapi juga terlibat aktif sebagai peramu di balik layar. Mereka tidak sekadar mewarisi warisan pemikiran generasi sebelumnya, tetapi juga berkontribusi menciptakan narasi baru yang relevan dengan kebutuhan zaman mereka. Mbah Nun menyebut generasi ini sebagai al-mutahabbina fillah, generasi yang tidak mewarisi “kejahiliyahan” generasi lama, tetapi justru menyaring kebijaksanaan yang terpendam oleh dunia materialisme.

Hal ini sesuai dengan konteks ijazah yang merujuk pada pemberian izin atau otorisasi dari seorang guru, ulama, atau pembimbing spiritual kepada murid atau pengikutnya untuk mengamalkan, mengajarkan, atau menyebarkan ilmu tertentu. Ijazah ini sering kali diberikan setelah murid dianggap telah memahami atau menguasai ilmu atau amalan tersebut dengan baik, sehingga dapat melanjutkan tradisi atau pengajaran dengan tanggung jawab dan integritas.

Dalam era post-truth, di mana informasi sering kali menjadi senjata propaganda, Maiyah menekankan pentingnya literasi sebagai garda terdepan. Generasi Z Maiyah diberi ijazah tanggung jawab untuk menjaga integritas informasi, meluruskan narasi yang keliru, dan memproduksi gagasan yang benar-benar solutif. Literasi di Maiyah tidak hanya berbicara tentang kemampuan membaca dan menulis, tetapi juga memahami konteks, menganalisis dengan jernih, dan menyampaikan kebenaran secara bijak. Ketika narasi-narasi liar yang tidak bertanggung jawab memotong atau memutarbalikkan pesan Maiyah, anak-anak muda inilah yang berdiri sebagai benteng pertama untuk menjaga substansi dan esensi.

Maiyah juga mengajarkan bahwa gerakan tidak selalu harus terwujud dalam bentuk fisik atau identitas yang kaku. Gerakan bisa berbentuk fleksibel, selama memiliki visi, misi, dan strategi yang jelas. Dalam konteks ini, Maiyah mengusung visi menjadi manusia yang bertanggung jawab, dengan misi menyampaikan informasi secara benar dan melakukan komunikasi publik yang baik. Strateginya adalah tidak terjebak pada kepentingan pragmatis, melainkan fokus pada nilai-nilai hakiki.

Generasi Z, dengan segala potensinya, memiliki peluang besar untuk menjadi agen perubahan yang membawa dunia ke arah yang lebih baik. Dengan membangun kesadaran literasi yang kuat, mereka dapat menjadi penentu arah peradaban baru yang lebih adil, inklusif, dan bertanggung jawab. Ijazah Gen Z tidak hanya soal otoritas, tetapi juga amanah. Hal ini sangat erat kaitannya dengan konsep keberlanjutan ilmu dan nilai-nilai spiritual yang diwariskan secara turun-temurun. Seperti pesan yang selalu digaungkan dalam Maiyah, “Informasi adalah amanah. Ia harus dijaga, dikelola, dan disampaikan dengan tanggung jawab.” Pesan ini menjadi landasan penting bagi generasi muda untuk tidak hanya menerima dunia apa adanya, tetapi juga berani mengubahnya menjadi tempat yang lebih baik untuk semua.

Referensi:
Fahmi Agustian. 04 April 2017. Cyber War: Tantangan Maiyah Generasi Kedua. Diakses dari Caknun.com.
Rizky D. Rahmawan. 29 September 2019. Generasi yang Memproduksi Ide. Diakses dari Caknun.com.
Muhammad Zuriat Fadil. 23 Agustus 2019. Generasi Fajar Menyingsing Mengkhalifahi Kebudayaan. Diakses dari Caknun.com.
Muhammad Zuriat Fadil. 13 Agustus 2019. Maiyah Qurban Lintas Generasi. Diakses dari Caknun.com.
Achmad Saifullah Syahid. 12 Mei 2017. Maiyah dan Generasi Alfa. Diakses dari Caknun.com.
Muhammad Zuriat Fadil. 03 Desember 2018. Sinau Bareng, Mijeti Hati dan Pikiran Generasi Alfa. Diakses dari Caknun.com.