Mukadimah Gambang Syafaat Edisi September 2024
“Menyelingkuhi Rasulullah Muhammad SAW” menyoroti refleksi mendalam tentang hubungan umat Islam dengan Nabi Muhammad SAW. Diawali dengan mengutip ajaran Mbah Nun tentang doa Qathratu Luthfi Muhammad yang mengajarkan pentingnya kelembutan hati Nabi Muhammad SAW sebagai contoh bagi umat Islam. Mbah Nun juga menekankan pentingnya shalawat sebagai sarana bagi umat untuk memperoleh syafaat dan rahmat dari Rasulullah. Bahkan setetes kelembutan hati Nabi Muhammad SAW sudah cukup untuk mengubah hidup seseorang menjadi lebih baik.
Menggali lebih dalam, Mbah Nun pernah mengingatkan bahwa untuk berperan dalam sejarah, seseorang harus mencontoh akhlak Nabi Muhammad SAW yang menekankan silaturahmi, kerjasama, dan kebersamaan dalam membangun masyarakat. Memahami Nabi Muhammad SAW bisa dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu hadist dan shirah, masing-masing menawarkan metode yang berbeda dalam mengkaji kehidupan Nabi Muhammad SAW. Meskipun demikian, penulisan sejarah Nabi Muhammad SAW harus tetap menjaga martabat dan kehormatan Rasulullah.
Muhammad, sebagai manusia biasa yang menjalani proses panjang sebelum menjadi Nabi, menunjukkan perjuangan keras untuk menjadi pribadi yang jujur, tekun, dan terpercaya. Allah menuntunnya melalui perintah “Iqra’”, yang menjadi momen awal kesadarannya sebagai Nabi dan manusia yang memiliki tugas besar. Firman “Iqra’” menegaskan bahwa perjalanan Muhammad dari manusia biasa menuju Nabi memerlukan usaha keras dan kontemplasi mendalam, bukan sekadar hadiah dari Tuhan.
Nabi Muhammad SAW juga dikenal sebagai sosok yang sangat aktif dalam membangun masyarakat, merombak tatanan sosial, dan menerapkan perubahan melalui berbagai metode. Dari hijrah hingga kerjasama sosial, Nabi berperan sebagai pemimpin yang tidak hanya mengajarkan agama tetapi juga mengaplikasikan nilai-nilai keadilan, persamaan, dan tauhid dalam kehidupan sehari-hari. Namun, meski telah meraih kesuksesan besar, Nabi Muhammad SAW tidak pernah mengklaim kemenangan pribadi atau mengambil keuntungan materi dari perjuangannya.
Ironisnya, banyak umat Islam saat ini yang mengaku mencintai Nabi Muhammad SAW namun justru “menyelingkuhi” beliau. Cinta kepada Nabi Muhammad SAW hanyalah letupan lahiriah atau sekadar kerisian kultural dan bukan berasal dari hati yang paling dalam. Sebaliknya manusia dengan gagah berani merasa sedang membela Rasulullah, namun perilakunya bertolak belakang dengan sifat dan watak Rasulullah yang penuh kasih sayang.
Kyai Muzamil pernah menyampaikan bahwa banyak umat yang merasa sudah mengenal Nabi Muhammad SAW, padahal sejatinya mereka baru berada di tahap “meh”—hampir mencintai Nabi, namun belum benar-benar memahaminya. Sebenarnya kita hanyalah sebutir debu di bawah terompah Nabi Muhammad SAW. Manusia perlu menekankan pentingnya sikap rendah hati dan saling menghargai dalam kehidupan beragama. Sikap sombong dalam memahami dan mengklaim kebenaran justru menjauhkan kita dari hakikat ajaran Nabi Muhammad SAW. Oleh karena itu, refleksi yang dibahas dalam forum Gambang Syafaat Edisi September 2024 ini akan mengajak kita untuk lebih jujur dan otentik dalam menghayati cinta kita kepada Nabi Muhammad SAW.
Sumber:
Achmad Saifullah Syahid. 24 November 2018. Membentangkan Cakrawala Rindu Berjumpa Kanjeng Nabi Muhammad. Diakses dari Caknun.com.
Achmad Saifullah Syahid. 12 Maret 2020. Hati Keluarga, Hati yang Ditetesi Kelembutan Muhammad Saw. Diakses dari Caknun.com.
Emha Ainun Nadjib. 04 Oktober 2017. Lahir Kembali sebagai Muhammad Baru. Diakses dari Caknun.com.
Emha Ainun Nadjib. 20 November 2018. Nasionalisme Muhammad. Diakses dari Caknun.com
Helmi Mustofa. 09 Maret 2020. Anugerahilah Kami Tetesan Kelembutan Muhammad. Diakses dari Caknun.com.
Ibnu Raharjo. 05 September 2023. 27 Tahun Kado Muhammad: Cahaya yang Menyelusup ke Mana Saja. Diakses dari Caknun.com.