Sebentar lagi, kita akan menyongsong Pemilu. Entah apakah Anda sudah memutuskan pilihan Anda di hari pencoblosan nanti. Saya tidak akan membocorkan pilihan saya. Pertama, saya diminta netral oleh institusi di mana saya bekerja. Kedua, saya tidak punya follower, tidak ada efek yang bisa saya kapitalisasi untuk dijadikan cuan. Saya ingin mengingatkan kembali sikap Mbah Nun perihal Pemilu, (setidaknya sepanjang saya memahami Beliau).
Betapapun pemilu yang akan kita laksanakan mungkin tidak memuaskan, karena beberapa peristiwa yang mendahului, bahkan sebagian kita tidak percaya, tetapi pemilu akan tetap berjalan. Tidak akan ada kotak kosong bernama Golput yang dihitung jumlah suaranya, dan bisa membuat hasil pemilu diulang. Juga tidak akan diperbolehkan kita membawa kartu suara sendiri, bergambar tokoh yang menurut kita semestinya lebih layak daripada pilihan-pilihan tersedia.
Hari ini, kita sudah kadung memilih demokrasi. Meski kata sebagian orang, kita tidak serius dalam menjalankannya. Para calon wakil rakyat yang disodorkan, tidak benar-benar kita pahami, bahkan tidak kenali sama sekali. Calon presiden yang tersedia, adalah pilihan partai. Partai meminta persetujuan kita, bahkan kalau kita tidak setuju, yakni golput, tetap saja akan ditetapkan hasilnya. Karena kita sudah memilih demokrasi, pemilu sebagai perangkatnya maka suka tidak suka, mau tidak mau kita harus tidak main-main saat memutuskan pilihan kita.
Ada dua model keseriusan saat kita memberikan suara kita. Pertama, kita melakukan riset serius kepada calon yang akan kita pilih. Kita tidak akan menitipkan suara kepada orang yang tidak kita percaya dan tidak seharapan dengan kita. Dari seluruh calon yang ada di dapil, kita riset program dan visinya, kita cari jejak digitalnya, kita runut track recordnya. Keseriusan jenis ini menuntut kita mengumpukan data, memvefirikasi dan akhirnya memutuskan. Apakah mungkin kita melakukan jenis keseriusan ini ? Untuk pilihan presiden, bisa jadi mungkin. Tetapi untuk calon wakil rakyat? Butuh berapa lama? Bagaimana tingkat kevalidan riset kita? Atau jalan pintas dengan makmum sama Partai ?
Model keseriusan kedua adalah dengan melibatkan Tuhan. Jika kita tidak mampu melakukan model keseriusan pertama karena system demokrasi kita belum memungkinkan membuat kita kenali calon pilihan kita, maka kita menempuh keseriusan model kedua. Saat kita masuk ke bilik suara nanti, berdoalah dengan hidmat, setidaknya berdoalah begini: “Ya Tuhan, jika pilihanku amanah dan orang yang tepat, maka menangkanlah. Beri kemudahan kepadanya saat memimpin, tetapi jika ternyata tidak amanah maka tegurlah langsung dengan caraMu”
Wamakaru wamakarallah wallahu khairul makirin
Silakan Anda memilih jenis keseriusan yang saya tawarkan, ada alat bantu semisal podium2024.id untuk model keseriusan pertama. Jika itu tidak memungkinkan, setidaknya lakukan keseriusan model kedua.
Februari 2024