Perbincangan tentang kesadaran selalu seksi dalam filsafat Barat maupun Timur, kedua pijakanya selalu berhilir sama kearah utilitarian. Akan tetapi menurut hemat saya, perbincangan kesadaran dalam filsafat timur lebih kaya dan mendalam, seperti yang selalu di bicarakan Mas Reza Wattimena, seorang peneliti neurosains dan ahli filsafat.
Dalam sebuah jurnal kesadaran dari Mas Reza, kesadaran yang paling dangkal adalah kesadaran distingtif, manusia atau yang lebih dikhususkan ego kita dianggap sebagai makhluk yang istimewa, sementara manusia yang lain atau benda-benda yang lain dianggap sebagai benda mati yang buruk dan bisa dimanfaatkan sesuai ego kita. Kesadaran itu juga berkembang di abad penuh informasi ini, kedangkalan kesadaranya menancap dalam ego yang membuat kelompok-kelompok lain bahkan agama lain adalah agama yang salah, kebenaran hanya dalam egoku. Kesadaran ini sangat bersifat merusak lingkungan dan negara dalam ideologi apapun, hematnya bahkan sistem atau ideologi tuhanpun akan hancur jika seluruh manusianya mempunyai kesadaran distingtif ini.
Dapat disimpulkan bahwa kesadaraan distingtif ini yang menjamur diberbagai akun media sosial atau orang-orang yang merugikan terhadap orang lain. Di maiyah kita selalu diwanti-wanti Mbah Nun untuk membunuh kesadaran distingtif ini, walaupun dengan idiom yang lain atau metode penyampaian yang berbeda, tetapi arah dan jalurnya sama.
Dalam sepengetahuan saya yang dangkal tentang maiyah ini saya sedikit bercerita tentang pengalaman saya dalam membunuh kesadaran saya yang distingtif ini. Dulu sebelum mengenal maiyah saya selalu sombong dan menganggap orang lain kebenaranya tidak lebih benar dibandingkan saya, buku-buku kiri yang saya baca saya anggap kebenaran yang absolut tanpa melihat dari sudut pandang yang lain atau gradual kebenaran yang lain. Kesadaran distingitif ini mulai saya sadari ketika mendengar Mbah Nun menjelaskan beberapa kuda-kuda maiyah yang cukup banyak diulang-ulang dalam setiap forumnya, ada tentang kebenaran, cinta, sampai Kanjeng Nabi Muhammad yang wajib kita tadaburi setiap hari.
Perlahan saya baru tahu jika kesadaran distingtif semacam ini sangat merusak saya dan lingkungan pertemanan saya. Seperti kata Mas Reza dalam jurnal transformasi kesadaranya itu jika tiap orang saja bisa membunuh kesadaran distingtif ini dan bertransformasi ke kesadaran yang lebih tinggi akan menciptakan masyarakat yang maju dan berbudaya apapun sistem pemerintahanya. Dari hal itu dan pengalaman saya bermaiyah mungkin jika dalam satu kabupaten bahkan Negara mempunyai kesadaran seperti yang orang-orang maiyah lakukan maka permasalahan akan lebih mengecil, walaupun saya tidak menyebutnya akan selesai, terlalu naïf dan paradox seperti yang dikatakan George Orwell.
Dan tentunya juga saya punya harapan walaupun saya hanya pekerja restoran yang tak jelas jabatanya dan orang sangat biasa saja, saya mempunyai harapan besar tentang bagaimana mewarisi budaya maiyah yang selalu membunuh kesadaran distingtif ini, merintis kesadaran berikutnya sampai kesadaran tingkat kelima yaitu kesadaran kekosongan yang dijabarkan dijurnal transformasi kesadaran dari Reza Wattimena. Kurang lebihnya akan seperti itu harapan saya dan mimpi saya akan sebuah kesadaran yang dapat membuat badai utilitarian hanya dengan satu kepakan sayap kupu-kupu yang berkolektif, mewaris kesadaran maiyah bagi saya seperti mencicip buah dari surga dan merintisnya kembali dalam sekuntum bunga dikehidupan saya yang kecil ini, selamat mewaris hal-hal baik dan merintis kesadaran selanjutnya yang kompatibel dengan hidupmu.
Beranda Lincak