blank

Dalam menjalankan kehidupan di dunia,tidak serta merta membuat kita aman dalam segala hal. Seperti halnya roller coaster yang selalu meliuk-liuk dan seperti halnya roda yang selalu berputar ke atas ke bawah, seperti itulah kehidupan jika kita analogikan. Dengan berbagai ujian yang kita hadapi, sebagai manusia yang diciptakan dengan dibekali akal dan budi. Menuntut manusia untuk mempunyai perisai dalam melindungi dirinya serta kontrol diri dari berbagai sisi. Dalam perspektif beragama, iman merupakan suatu kunci dalam memaknai berbagai kehidupan. Dengan adanya iman seseorang akan jelas membawa dirinya ke arah mana, meskipun rintangan yang dihadapinya tidaklah mudah.
Dalam pengertiannya iman merupakan keyakinan atau kepercayaan yang dapat disingkronkan dari segi “pengucapan dengan lisan, pembenaran dalam hati dan pengamalan dalam perbuatannya”. Sehingga iman merupakan sikap batin, keyakinan, atau kepercayaan yang menghubungkan manusia dengan Tuhan tertinggi atau keselamatan tertinggi. Iman sejatinya harus selalu ditumbuhkan setiap saat, karena iman bisa saja terkikis dalam kita menghadapi gemerlapnya dunia ataupun takkala ketika mendapatkan ujian. Apalagi jika telah memasuki ranah memanipulasi keimanan. Dimana semua hal yang tadinya salah bisa kita benarkan dan yang benar kita salahkan.
Jika kita mengulik di era digital sekarang,banyak sekali arus informasi yang dapat kita akses dan kita terima. Adanya teknologi informasi dan komunikasi kini kian membuat pergeseran paradigma manusia bahwa adanya teknologi menjadi kebutuhan vital bagi peradapan zaman sekarang. Manusia modern lebih memilih untuk memesan makanan lewat gofood, membeli barang secara online, membayar tagihan dengan e-payment dan membersihkan rumah dengan robot vacuum cleaner. Sehingga sebagai manusia modern kita tidak bisa mengelak,jika dampak yang dibawa oleh perkembangan teknologi sangatlah besar.
Tidak hanya itu saja, selain dampak baik yang ditimbulkan dampak buruk pun juga turut saling mengiringi di dalamnya. Manusia kini kian diperbudak dengan adanya teknologi, salah satu contoh nyatanya adalah ketika waktu kita lebih banyak digunakan untuk bermain game mobile legends, scrolling tiktok, instagram serta melakukan flexing lewat media sosial. Bahkan banyak dari kita yang menggunakan sosial media untuk memanipulasi keimanan demi pencitraan. Orang yang terlihat sholeh serta selalu membicarakan soal agama di media sosial, ternyata di kehidupan nyata melakukan perselingkuhan bahkan kekerasan dalam rumah tangga. Orang yang selalu memamerkan hartanya ternyata dibeli dengan hasil penipuan. Dan para pejabat yang telihat bertanggung jawab dan memiliki citra kepemimpinan yang baik di media ternyata terlibat dengan skandal kasus korupsi.
Lalu dengan pesatnya perkembangan teknologi, apakah juga mempengaruhi ARTIFICIAL IMAN? Iman hanya dijadikan candaan belaka, dikala manusia tergoda akan hawa dan nafsunya. Apakah kepalsuan iman yang ditampilkan menjadi bagian dari golongan orang munafik? Seperti itulah teknologi mendistorsi keimanan, lamban tapi pasti. Terlebih lagi desas desus kecerdasan buatan (AI) kian senter dibicarakan di ruang publik. Teknologi artificial intelligence (AI) diimpi-impikan akan mengalahkan kecerdasan dari manusia. Padahal (AI) adalah produk dari inovasi manusia. Sedangkan manusia diciptakan oleh Tuhan dan tidak bisa menciptakan dirinya sendiri. Kemudian hidup manusia juga ada masanya, manusia tidak bisa hidup kekal seperti Allah Aza Wa Jalla.
Jika kita refleksikan kepada kehidupan kita, adanya teknologi (AI) dibuat untuk diperbantukan untuk kegiatan manusia agar lebih praktis dan efesien. Meskipun teknologi (AI) lebih cerdas, bekerja dan belajar lebih cepat dan lebih banyak menampung data. Bukan berarti kita menuhankan (AI) sebagai bagian dari kehebatan pemecahan berbagai permasalahan kehidupan. Namun ada Tuhan yang lebih berhak untuk kita imani sebagai satu-satunya yang memberikan kita sumber ilmu dan sumber kehidupan.
Sehingga adanya teknologi harus kita maknai dari sisi positive, bahwa sumber pembuatan teknologi (AI) merupan hidayah dari Allah SWT. Sebagai manusia yang diberikan akal telah digunakan sebaik-baiknya untuk kebermanfaatan kemaslahatan umat manusia saat ini. Bukan malah menyombongkan dan membanding-bandingankan dengan ciptaan Tuhan yang sebenarnya.