Reportase Lampung
Awal bulan Oktober (7 Oktober 2023) menjadi momen bahagia bagi kami semua, khususnya bagi kami jamaah Gambang Syafaat dan jamaah maiyah pada umumnya karena pada hari itu Pakde Mus, pakde kami, pakde simpul 28an dan pakde maiyah telah dikukuhkan menjadi guru besar di Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung, Beliau adalah Prof. Dr. Drs. M. Wagiyanto, S.H, M.H. sering kita panggil Pakde Mus
Rasa gembira ini mendorong kami perwakilan dari komunitas maiyah Gambang Syafaat untuk bisa bersilaturahmi langsung dengan Pakde Mus dan penggiat 28-an Lampung. Kami ingin berbagi syukur dan kegembiraan sebagai rasa takzim kepada orang tua di maiyah
Perjalanan silaturahmi kami komunitas maiyah Gambang Syafaat yang diwakili oleh Mas Rony, Mas Nasir, Mas Wahid, Mas Anang dan Mas Norman dimulai dari Semarang pada tanggal 27 Oktober 2023 malam dilakukan dengan penuh semangat. Kami berangkat menuju Bogor dahulu ke tempat Kang Ali, penggiat Gambang Syafaat yang bekerja di Bogor. Setelah melakukan perjalanan semalaman, kami tiba di Bogor menjelang subuh. Setelah tiba di Bogor, kami bersih-bersih, mandi dan menculik Kang Ali untuk ikut serta membersamai perjalanan silaturahmi ke Lampung.
Saat matahari mulai muncul, sekitar jam Tujuh pagi, kami melanjutkan perjalanan menuju Lampung melalui jalan darat, menyusuri Rute Bogor-Parung Tol Pamulang sampai ke Pelabuhan Merak. Perjalanan ini penuh dengan obrolan, tawa, dan diskusi. Tema receh sampai tema copras capres saling berganti, tentu saja tema tentang membangun komunitas Gambang Syafaat. Kami saling jual beli pendapat, terutama Kang Ali yang diberi ruang luas untuk menyampaikan pendapat sekaligus menanyakan perkembangan Gambang Syafaat.
Setelah beberapa jam perjalanan darat yang melelahkan, kami akhirnya tiba di Pelabuhan Merak sekitar pukul Sembilan pagi. Di sana, kami akan menyeberang ke Lampung dengan kapal. Perjalanan dengan kapal ini memakan waktu kurang lebih satu setengah jam. Beberapa dari kami baru pertama melakukan penyebrangan antar pulau menikmati pemandangan laut yang indah, membuatnya menjadi pengalaman yang menakjubkan.
Setibanya di Lampung, kami melanjutkan perjalanan dengan semangat yang tinggi. Kami tiba di Lampung menjelang dhuhur, sejenak mampir ke warung bakso mengisi perut dan bersiap untuk memulai silaturahmi dan menjalani waktu yang berharga bersama teman-teman dan keluarga besar maiyah 28an khususnya Pakde Mus di sana. Perjalanan ini bukan hanya tentang jarak yang ditempuh, tetapi juga tentang menguatkan hubungan dan ikatan tali silahturahmi dan persaudaraan.
Setibanya kami di Bandar Lampung, tepatnya di Pondok Pesantren Al Muttaqien, kami disambut dengan sangat hangat oleh Mas Roni dan Mas Hendro. Mereka adalah salah satu dari sekian penggiat Maiyah 28an di Bandar Lampung. Suasana kekeluargaan begitu terasa. Mereka sudah menunggu dengan senyum cerah di wajah meraka. Mereka menyambut kami dengan tangan terbuka dan keakraban. Setelah saling bersalaman, kami diajak memasuki sebuah ruangan di sudut pesantren, yang telah disiapkan dengan minuman dan camilan. Di sini, mereka berbagi cerita tentang aktivitas Maiyah 28an di Bandar Lampung, yang telah menjadi pusat kegiatan bermaiyah di kota ini.
Saat berlangsungnya obrolan, suasana sangat akrab, membuat kami merasa seolah sudah lama mengenal Bang Roni dan Bang Hendro. Ini adalah salah satu ciri khas Maiyah, di mana pertemuan antar anggota komunitas selalu berlangsung akrab. Sambutan yang hangat dan suasana yang ramah membuat kami merasa diterima dengan sangat baik dan nyaman. Kami merasa seperti menjadi bagian dari keluarga besar Maiyah 28an di Bandar Lampung.
Sore harinya, beberapa jam setelah kami leyeh-leyeh, kami disambut oleh Pakde Mus dengan senyuman yang lebar. Kehadirannya menambah kehangatan suasana, dan dia memulai obrolan ringan serta mengajak kami dalam petualangan tak terlupakan. Pakde Mus mengajak kami mengikuti serangkaian acara yang dimulai dengan tur ke Pondok Al Muttaqien. Di sana, kami melihat rumah Maiyah Emha Ainun Nadjib (Mbah Nun) yang memiliki prasasti yang ditandatangani oleh Mbah Nun, menandakan pentingnya rumah Maiyah ini dalam komunitas. Prasasti ini mencakup quote berikut: “Menjero kudu muthmainnah, menjobo kudu amanah, ben ora melu ngrusak sejarah, InsyaAllah dadi ahlul jannah.” Pesan ini penuh makna dan menjadi pedoman moral bagi anggota Maiyah 28an, mengajarkan ketenangan batin, integritas, menjaga sejarah, dan harapan untuk menjadi Ahlul Jannah.
Kami melanjutkan perjalanan dengan dipandu oleh Bang Roni dan Bang Hendro, menjelajahi seluruh pesantren dan beberapa tempat penting, salah satunya Gedung Bunda Cammana. Gedung ini merupakan tempat sekolah dasar dan taman kanak-kanak. Di sini, terdapat prasasti yang ditandatangani oleh Mas Sabrang dengan quote yang mendalam, “Gedung Bunda Cammana Ini menaungi Anak Adam Yang Memupuk Cintanya pada Allah dan Rosul Nya.” Prasasti ini menggambarkan makna mendalam dari gedung tersebut sebagai tempat untuk memperkuat cinta kepada Allah dan Rasul-nya, menekankan pentingnya pendidikan dan agama dalam pengembangan spiritual.
Di lantai dua gedung Bunda Cammana, kami menemukan sejumlah ruang kelas dengan foto-foto almarhum Pakde-Pakde Kiai Kanjeng yang telah berpulang. Gambar-gambar ini menjadi jendela ke masa lalu yang mengingatkan kita akan warisan spiritual, cinta, dan semangat pengabdian yang luar biasa yang telah diberikan oleh beliau dalam menyebarkan kebaikan melalui shalawatan di seluruh bumi Nusantara dan bahkan hingga ke luar negeri. Mereka mengilhami kita untuk terus menjaga pesan-pesan kebaikan, cinta, dan dedikasi dalam kehidupan sehari-hari.
Setelah tur yang penuh makna itu, kami kembali beristirahat sejenak sampai waktu Maghrib. Kami diajak menghadiri tasyakuran di rumah Pakde Mus, tempat di mana kami merasakan keramahan dan kehangatan masyarakat Pringsewu yang luar biasa. Pakde Mus berbagi cerita tentang teman-temannya di daerah ini, memancarkan kebahagiaan yang menular kepada kami. Lepas Isya, kami kembali ke Bandar Lampung.
Malam harinya, kami bergabung dalam kegiatan Maiyah 28an, di mana kami berkumpul untuk saling berbagi pengalaman, cerita, dan doa bersama. Suasana maiyahan di sini tidak jauh berbeda dengan Maiyah di tempat-tempat lain, senyuman dan keceriaan dan kegembiraan terpancar dari penggiat Maiyah 28an dan seluruh jamaah yang hadir. Kami merasa seperti telah menjadi bagian dari keluarga besar di Bandar Lampung. Sambutan hangat dari Pakde Mus, kebaikan hati teman-teman penggiat Maiyah 28an, dan semangat jamaah yang hadir saat acara malam itu telah menciptakan momen yang indah. Kami akan selalu mengenang pengalaman ini dengan rasa syukur yang mendalam.
Udara subuh yang sejuk dan lembut membangunkan kami, menggegaskan kami untuk meraih subuh. Bergantian kami mandi dan menyiapkan diri untuk melanjutkan rute perjalanan kami di Lampung. Malam sebelumnya, kami diminta bersiap, barangkali akan diajak jalan-jalan. Tapi sepertinya kami diminta melakukan “ritual mandi” untuk mengenang guru dari Pakde Mus. Tak berlalu lama, santri Pondok dengan ramah mengundang kita untuk merapat ke Rumah Maiyah, di mana kita akan menikmati secangkir kopi dan sarapan bersama. Benar, sesampai di Rumah Maiyah Pakde Mus sudah menanti, di sana sudah ada kopi dan sarapan.
Setelah menikmati sarapan bersama, kami memulai berbagai percakapan menarik mengenai Maiyah, Maiyah 28an Lampung, serta tidak lupa membahas tentang Gambang Syafaat. Banyak pengetahuan yang dapat kami peroleh dari Pakde Mus. Beliau adalah salah satu sumber pengetahuan yang berharga dalam konteks Maiyah dan gerakan Mbah Nun, Beliau telah memberikan kontribusi yang signifikan dalam pengembangan Maiyah di Bandar Lampung.
Dalam diskusi ini, kami juga diberikan nasehat akan pentingnya berbagi informasi dan pengalaman dengan rekan-rekan lain dalam ber-Maiyah. Pakde Mus menjadi salah satu rujukan kami dan referensi dalam kegiatan Maiyah. Beliau menceritakan apa yang telah dilakukan, kesaksian atas gerakan Maiyah Mbah Nun dan harapan serta pesan untuk kami. Pakde Mus memberikan pesan yang sangat penting kepada kita semua dalam menjaga keberlangsungan Gambang Syafaat. Beliau menekankan pentingnya istiqomah sebagai jamaah atau penggiat. Menurutnya, Gambang Syafaat memiliki peran sebagai penyeimbang. Mungkin maksud Pakde Mus adalah Gambang Syafaat menjadi semacam poros dan contoh bagi komunitas di sekitarnya. Gambang Syafaat diharapkan menjadi inspirasi dan tetap mempromosikan nilai-nilai yang diajarkan oleh Mbah Nun dengan gerakan Maiyahnya.
Obrolan kami mengalir dengan begitu cepat, dan akhirnya kami harus mengakhiri pertemuan ini dengan berpamitan. Suasana hangat dari teman-teman Maiyah 28an dan keramahan Pakde Mus membuat kami merasa ingin bertahan lebih lama di sana. Namun, kami sadar bahwa di tempat asal kami, rutinitas pekerjaan menanti. Meskipun hati ingin berlama-lama, kewajiban pekerjaan di esok hari harus dihadapi. Dengan rasa berat, kami harus bersiap untuk pulang dan kembali ke rutinitas kerja kami yang menunggu. Sebelum beranjak pergi, kami berfoto bersama juga pesan khusus diberikan kepada masing-masing dari kami oleh Pakde Mus.
Bang Roni dan Bang Hendro dengan baik hati “nguntapke”kami dalam bersiap untuk perjalanan pulang. Kami membawa pulang banyak oleh-oleh yang sudah disiapkan teman teman maiyah 28an, bukan hanya sekedar jajanan khas lampung tapi juga oleh-oleh berupa pengalaman spiritual, energi semangat dalam melayani oleh para pengiat Maiyah 28an, dan pesan-pesan yang berharga dari Pakde Mus. Kami sengaja menulisnya untuk dapat dapat kami bagikan kepada teman-teman penggiat Gambang Syafaat yang lain. Dalam perjalanan pulang, kami merenungkan cerita yang kami dapat dan berharap bisa kembali lagi suatu saat dengan lebih banyak penggiat.