Mengajar lebih (mulia) daripada pekerjaan-pekerjan lainnya, telah mengalami transformasi selama dua ratus tahun terakhir dari suatu profesi kecil dengan keahlian tinggi yang hanya dinikmati oleh segelintir orang, menjadi suatu bidang jasa umum yang besar dan terhormat, membentang dari awal sejarah manusia hingga masa-masa mutakhir. Namun, tiap guru di zaman modern, yang diilhami oleh cita-cita ideal para pendahulunya, sekarang cenderung dikejutkan oleh kenyataan bahwa fungsinya bukan lagi mengajarkan apa yang diyakininya, melainkan untuk menanamkan keyakinan-keyakinan serta kebodohan-kebodohan yang dipandang berguna oleh mereka yang memerintahkanya.
Dahulu, seorang guru diharapkan memiliki pengetahuan dan kebijaksanaan istimewa, yang kata-katanya patut didengarkan. Waktu itu, mengajar bukanlah suatu profesi yang diorganisasikan, dan tidak ada pengawasan atas apa yang diajarkannya. Memang benar mereka kemudian sering dihukum karena ajaran-ajaranya yang dipandang bersifat subversif. Socrates dihukum mati dan Plato kabarnya telah dijebloskan ke penjara. Tapi kejadian-kejadian demikian tak sampai menghambat tersebarnya ajaran-ajaran mereka.
Tiap orang yang memiliki naluri guru yang murni akan lebih senang hidup terus dalam buku-bukunya daripada dalam tubuhnya. Suatu perasaan kemerdekaan intelektual sangat penting artinya bagi pemenuhan yang sesungguhnya dari fungsi-fungsi guru, sebab memamg sudah tugasnya untuk menanamkan pengetahuan serta daya nalar (reasonableness) yang dimilikinya ke dalam proses pembentukan pendapat umum.
Di zaman dahulu guru melaksanakan fungsinya tanpa mengalami hambatan apapun kecuali kadang-kadang oleh campur tangan tak berketentuan dari penguasa lalim atau akibat kekacauan sosial.
Maiyah, secara simultan dan terus-menerus, berproses dalam mengajarkan dan melatih setiap individu untuk berpikir seimbang. Dalam segala hal di Maiyah, adalah berlatih tentang keseimbangan. Hal yang sama berlaku dalam melihat dan menilai seseorang menjadi Guru Peradaban dalam kehidupan. Di Maiyah juga, kita berlatih untuk dapat bersikap objektif.
Jika kita merenung tentang semua yang terlibat dalam proses pengajaran, Simbah kita, Mbah Nun, adalah sosok yang masyarakat maiyah anggap sebagai guru. Beliau telah menjalankan tugasnya dengan ikhlas dalam menyebarkan nilai-nilai kesejatian dalam kehidupan, dan mungkin hasilnya akan kita tuai di masa depan atau di kehidupan setelah kematian. Saya percaya ini bukanlah tugas yang mudah, terutama dalam zaman yang penuh dengan tantangan dan kompleks seperti saat ini. Seorang yang terlalu terikat pada materialisme mungkin tidak akan bisa menjelaskan mengapa beliau melakukan hal-hal yang mungkin tidak menguntungkan secara finansial. Ini membutuhkan konsistensi dan ketekunan yang luar biasa.
Bermaiyah selalu diajarkan untuk berpikir secara merdeka, radikal, dan total dalam proses bertahap. Proses pengajaran semacam ini bukanlah hal yang mudah dilakukan oleh guru lain, terutama ketika mereka juga harus memenuhi kebutuhan hidup pribadi dan keluarganya. Sedangkan waktu dan tenaga dihabiskan untuk orang lain.
Dalam pandangan saya, kita seharusnya bersyukur bahwa Mbah Nun dan Maiyah hadir di tengah-tengah zaman yang sering kali menghasilkan nafsu-nafsu irasional. Meskipun begitu, pendidikan akan selalu terancam jika masyarakat (termasuk murid-murid) yang tidak memiliki kewaspadaan terhadap guru-guru yang terjebak dalam perbudakan dunia materialis. Namun, Mbah Nun telah membuktikan konsistensinya sebagai seorang guru sekaligus sahabat yang profesional. Selain itu, keberadaan Maiyah sangat penting, terutama jika kita ingin menghindari tingkat “buta nurani” dan “buta moral” yang tinggi dalam masyarakat kita. Oleh karena itu, saya yakin bahwa dukungan dan komitmen terhadap Maiyah harus selalu ada sebagai langkah persiapan dan dukungan yang penting akan sebuah nilai kebaikan. Karena juga, maiyah sebagai nilai dan salah satu sumber kekayaan intelektual sangat mahal harganya. Hingga tidak ada nominal yang pantas untuk diperjualbelikan. Bukan komersil dan digadaikan untuk kepentingan sesaat.
Selamat untuk kita semua.
Klaten, September 2023