blank

Di era sekarang ini hampir setiap manusia memiliki akses ke dunia media sosial, segala aktivitas digital di media sosial seolah menjadi dunia baru bagi manusia modern. Seluruh segmentasi kehidupan hampir bertransformasi ke dunia digital mulai dari pendidikan, ekonomi, politik, sosial, dan informasi. Arus gelombang media sosial yang begitu besar membuat manusia terbawa arus informasi, opini, gagasan, dan tren. Apalagi tahun ini menjadi tahun politik, banyak informasi yang berkembang hanya demi kepentingan politik saja.
Era seperti ini dikenal dengan post truth atau pasca kebenaran, seolah kebenaran bisa terlihat kebohongan dan kebohongan bisa terlihat sebagai kebenaran. Fenomena ini merupakan tantangan bagi manusia modern dalam menyikapi arus informasi dan argumentasi. Jika tidak disikapi dengan bijak maka manusia akan mengalami degradasi intelektual dan idealisme. Membuat manusia modern terombang-ambing di tengah arus informasi yang begitu masif. Melalui kedaulatan berpikir yang objektif melihat suatu peristiwa atau informasi merupakan cara terbaik dalam menghadapi tantangan zaman.
Manusia yang tidak berpikir dan tidak memiliki prinsip dalam menyikapi kehidupan merepresentasikan manusia yang malas. Mereka akan tenggelam karena derasnya kompleksitas dunia modern yang sangat bergelombang. Manusia yang malas cenderung memiliki pemikiran yang tertutup. Mereka cenderung bersandar pada satu pendapat atau sudut pandang tokoh atau golongan tertentu, tanpa mengetahui argumentasi yang mendalam dan tanpa melihat objektivitas dari suatu peristiwa atau informasi. Mereka menerima secara mentah sudut pandang tokoh atau golongan tertentu tanpa diolah melalui objektivitas akal terlebih dahulu. Pada akhirnya, manusia semacam ini merasa paling benar dan merasa paling pintar, hal ini menyebabkan pikirannya akan selalu tertutup karena malas berpikir, dan yang demikian adalah akar dari kebodohan.
Sepantasnya, pemikiran manusia harus merdeka yang memiliki pendapat atau prinsip dalam menjalani kehidupan yang serba kompleks ini. Pijakan serta kedaulatan dalam berpikir merupakan fondasi yang kuat sebagai cara untuk memiliki prinsip kehidupan. Kedaulatan berpikir adalah memiliki kemandirian dalam berpikir menyikapi berbagai fenomena, peristiwa, dan informasi. Tuhan selalu berfirman, afalaa takkilun, afala tatafakkarun, afala tatadabaruun, ayat yang menyeru manusia untuk selalu berpikir.
Manusia yang berpikir adalah manusia yang memaknai hidup adalah proses belajar. Ilmu Tuhan yang terbentang di alam raya ini, disediakan untuk manusia agar berpikir dan belajar. Keterbukaan terhadap informasi, pandangan, pemikiran berbagai tokoh atau sumber menjadi bahan untuk dielaborasi akal sebagai bentuk kemerdekaan berpikir. Keterbukaan berpikir dan kedaulatan berpikir akan menjadikan manusia bijak, berilmu, dan berakal. Hal ini juga sebagai antitesis dari era post truth yang menjadi masalah utama akhir-akhir ini.
Manusia yang memiliki prinsip dengan bekal iman, ilmu, dan akal akan membuka peluang untuk mendapatkan rezeki. Secara logika sederhana, manusia berilmu akan lebih mudah dalam mendapatkan pekerjaan, dibandingkan dengan orang yang malas dan merasa pintar. Peluang rezeki berupa materi akan lebih terbuka lebar untuk orang yang berilmu dan memiliki prinsip. Karena sesungguhnya manusia berilmu dan berprinsip adalah manusia dinamis yang senantiasa bergerak dan selalu belajar dalam berbagai peristiwa yang dialami. Tuhan berfirman dalam QS. Hud ayat 6, wamaa mindaabbatin fil ardhi illa ‘alallahi rizkuhaa, dan tidak satu pun makhluk bergerak (bernyawa) di bumi melainkan semuanya dijamin Allah rezekinya.
Selain itu, keuntungan orang yang memiliki prinsip dengan bekal iman, ilmu, dan akal akan dimuliakan oleh Tuhan. Dalam QS. Al-Mujadalah, ayat 11, Yarfa’illahu alladzi na’amanuu minkum, wa alladzina utul ‘ilma darojat, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Kemuliaan ini adalah wujud rezeki yang tak ternilai dari Tuhan terhadap orang-orang yang mau belajar dan berpikir sehingga sampai pada taraf orang berilmu. Artinya, orang berilmu dan berakal tidak hanya mendapatkan kemuliaan di dunia saja, tetapi juga mendapatkan kemuliaan tertinggi di hadapan Tuhan Yang Maha Tinggi.
Konsepsi orang berprinsip dengan bekal ilmu dan akal akan mendapatkan pendapatan atau rezeki baik adalah dua variabel yang saling berkaitan. Semakin banyak ilmu yang dimiliki manusia akan membuka peluang pintu rezeki dari berbagai arah. Mentalitas orang yang berprinsip dan berilmu adalah dinamis yang selalu belajar. Tidak terkungkung dalam sangkar satu pandangan saja yang menjadikan merasa pintar dan merasa paling benar. Pada intinya, keterbukaan dan kedaulatan berpikir adalah akar dari manusia ‘alim dan ulil albab. Hal ini membawa manusia pada kemuliaan dunia dengan materi dan kemuliaan akhirat dengan ditinggikan derajatnya oleh Yang Maha Tinggi.

Muhammad Nabhan Fajruddin
Muhammad Nabhan Fajruddin, merupakan mahasiswa UIN Walisongo Semarang yang juga aktif dalam mengikuti Maiyah Gambang Syafaat Semarang sejak 2019. Penulis lahir di Pekalongan, 6 Novermber 2000, yang memiliki motto ”Man Jadda wa Jada.” Penulis juga aktif dalam menuulis berbagai isyu sosial dan keagamaan di www.kompasiana.com/nabhanfjr sudah ada 13 tulisan yang ditulis dan 6.260 pembaca dalam media tersebut. Penulis juga baru saja menyelesaikan S.1 PAI dengan menulis skripsi berjudul “Pendidikan Akhlak Menghargai Perbedaan Melalui Learaning Community di Maiyah Gambang Syafaat Semarang”