Kebetulan sebuah kata “Ridho” adalah nama saya sendiri, di mana sebuah nama yang dianugrahkan oleh orang tua kandung kepada saya. Entah dalam rangka apa, apa yang menjadi sebab hingga memberikan nama tersebut. Sampai sekarang saya belum menemukan jawabannya. Saya berpendapat, bahwa setiap orang tua memberikan nama untuk anaknya, selalu mempunyai harapan. Harapan orangtua tidak lain agar anaknya menjadi anak yang berbakti, beriman, hingga bermanfaat bagi sekitar.
Saya ingat betul, pada tahun 2019 pada saat Maiyahan di Jepara. “Yang utama adalah kita Ridho kepada Allah, bukan Allah Ridho Kepada kita, Kalau kita Ridho kepada Allah, Otomatis nanti Allah akan Ridho kepada kita” begitulah tutur Mbah Nun, pada saat acara Sinau Bareng tersebut. Simbah memberikan sebuah pertanyaan kepada Jamaah. Dalam kehidupan sehari-hari yang kamu alami, lebih banyak kita Ridho kepada Allah atau Allah Ridho kepada Kita? Coba diingat-ingat kembali.
Di Maiyah, Simbah selalu mengajak berpikir kritis, berdiskusi, menggali sesuatu hal yang hampir orang lain belum pernah melakukannya. Itulah momen-momen yang selalu saya kangeni dari Maiyah.
Apa yang dikatakan Simbah di atas mengenai “Ridho” mungkin bisa dijadikan bekal untuk kita semua dalam menjalani hidup. Terkadang kesulitan yang kita alami, hasil yang tidak sesuai dengan keinginan, (kita selalu mengeluh). Hal-hal tersebut mungkin salah satu bentuk kita belum “Ridho” kepada Allah atas ketetapanNya. Sehingga kita belum sepenuhnya Ridho kepada Allah, maka Ridho dari Allah tak kunjung kita dapatkan.
Dalam pengalaman saya sendiri, ketika kita menjalani kehidupan dengan sumeleh, tidak mudah dendam, maka kenikmatan dalam hidup akan kita dapatkan. Meskipun terkadang dalam hidup mengalami kegagalan, harapan tidak sesuai dengan kenyataan. Hal-hal tersebut sudah selayaknya kita alami. Pilihan kita hanya sambat atau menerima sesuai apa yang dikehendaki oleh Allah. Sehingga mengutip kata Simbah diawal-awal “berbekal kita Ridho kepada Allah, nanti Allah akan Ridho kepada kita”.