Usia produktif setelah lulus SMK yang dulu sangat diharapkan orang tua langsung bekerja. Realitanya tidak semudah yang diharapkan. Tes sini dan sana melamar kerja hingga puluhan kota tak juga berlabuh mendapatkan hasil. Hingga hampir setahun menganggur dan jadi cibiran sini dan sana karena hidup di desa. Cibiran dikarenakan lulusan SMK belum bisa bekerja dan masih jadi beban keluarga. Hingga pada suatu pagi saya pergi menenangkan diri dan berkata sambil mendongak ke atas “Ya Allah kulo panjenengan salap teng pundi”? Sedoyo rencang handai taulan sampon manggen sedoyo dateng kerjaan lan hasilipon, kulo tasek teng mriki bingung.” terus berulang setiap pagi sekitar satu pekan.
Hingga pada suatu waktu, ada kabar dari saudara untuk seleksi kerja di Jababeka. Posisi yang jaraknya jauh dari rumah, harus tetap ditempuh dengan rasa gaduh karena keluarga menunggu Mbah dirawat di Rumah Sakit Bhayangkara. Waktu subuh ditempuh menuju tempat tes selama seminggu. Terus bertasbih setiap perjalanan. Hingga selesai tes tersebut diikhtiarkan. Tibalah waktunya istirahat sejenak menunggu sesuatu yang belum pasti, yaitu pengumuman hasil seleksi. Dengan jiwa pasrah, tibalah ternyata hari itu mau tidak mau harus sujud syukur karena ternyata nama ada di deretan atas dengan nilai yang pantas dan otomatis diterima bekerja di Perusahan yang konon katanya terkenal di Indonesia.
Ridho bagi insan yang menghamba yaitu tidak menggenggam yang nyata maupun yang di angan-angan. Melepaskan sesuatu yang sudah diikhtiarkan dengan pelepasan yang mengalir bagai air, tidak membekas bagai gerimis hujan di atas daun talas yang hilang tuntas. Ridho bagi kami juga bagai alunan melodi yang silih berganti, mengalun syahdu tidak perlu digenggam tapi dirasakan. Setelah itu biarkan mengalun bergantian ke nada berikutnya. Setelah itu biarkan waktu membawanya lepas berjalan dalam skenario Sang Maha Rahman.
Dengan bersikap dan berpikir demikian, maka kami merasa memang semua muara permasalahan atau pun problematika kehidupan setelah diusahakan yaitu rasa lalembah manah dengan berpikir dan mengkondisikan rasa tersebut maka diri ini akan perlahan mengalun, mengalir untuk pasrah dan bersimpuh tanpa merasa lelah. Lalembah manah dan pasrah bukan berarti lelah. Tapi berposisi ibarat lembah. Tenang syahdu, sunyi, dan manembah.
Biarkan hiruk-pikuk keinginan yang berkecamuk itu selesai dengan sunyi begitu saja. Tanpa kita membereskan ataupun mengambil alih itu semua. Rasa Hiruk pikuk keinginan itu biarkan pergi atau ditinggalkan saja sendiri. Biarkan diambil alih oleh Gusti ingkang murbeng dumadi.
Semua keinginan-keinginan dan ambisi biarkan berlalu, biarkan bersimpuh tanpa kita kita gupuh memburu. Sudahlah, sudahi yang memang bukan untuk kita apapun itu. Sikap kita harus berpadu padan dengan kenyataan yang sudah kita usahakan.
Perlahan hati dan pikiran menempati posisi yang tepat. Tanpa bergulat dengan yang rumit dan yang silang sengkurat. Tenaga, rasa, pikiran, kenginan yang bergemuruh sudah waktunya istirahat. Nuansa sunyi, tenang, senang biarkan juga beristirahat dalam pelukan Rahmat.