Kapan terakhir kali bahagia? Tadi, kemarin, seminggu atau sebulan yang lalu? Kebahagiaan menjadi salah satu komponen penting dalam kehidupan manusia. Setiap orang memiliki cara yang berbeda untuk mencapai kebahagiaan. Ada yang perlu mengeluarkan banyak biaya, ada juga yang tidak butuh banyak ubarampe untuk merasakan kebahagiaan.
Forum silaturahmi Maiyah Gambang Syafaat edisi 25 Maret 2021 membawakan tema diskusi ‘Tri Hita Karana’. Mengulang dari ulasan mukadimah, ‘Tri’ artinya tiga, ‘Hita’ itu kebahagiaan dan ‘Karana’ bermakna penyebab. Ungkapan tersebut berasal dari bahasa sansekerta yang berarti ‘Tiga Penyebab Kebahagiaan’. Sistem kebahagiaan ini berkaitan dengan tiga aspek yaitu Pahyangan (ketuhanan), Pawongan (kemanusiaan) dan Palemahan (lingkungan alam). Tuhan menjadi pangkal dasar dari kelahiran seorang manusia.
Mbah Kliwon menjadi pemantik pertama dalam diskusi pemaparan tema. Konsep ‘Tri Hita Karana’ menjadi sebuah konsep di mana masing-masing komponennya saling berkaitan satu sama lain. Semua kejadian di dunia terutama bumi, pasti saling memengaruhi. Misalnya kebakaran di Hutan Kalimantan, pasti akan berpengaruh terhadap kadar kualitas udara dan iklim di belahan dunia luar Indonesia. Bahkan ada teori yang mengatakan bahwa kepak sayap kupu-kupu di Hutan Alas Roban akan menyebabkan badai di Amerika. Kejadian ‘fisik’ di seluruh dunia sangat berkaitan, apalagi ‘meta fisik’. Berbagai fenomena yang terjadi di luar diri manusia juga dipengaruhi oleh apa yang ada di dalam diri manusia. Rasa cinta manusia mewujudkan pemberian bunga, cincin, atau belaian kepada orang lain.
Tuhan menjadi akar manusia. Manusia selalu mengalami keterikatan terhadap Tuhan sebagai penciptanya. Manusia juga memiliki koneksi dengan pohon, lautan, jin, malaikat atau para leluhur. Orang Jawa mengenal istilah bebrayan, dianggap sebagai bentuk kesadaran bahwa manusia hidup tidak sendirian, melainkan menjalani kehidupan bersama dengan semua yang ada di jagad raya. Manusia Jawa selalu menjaga komunikasi dengan alam ketika melakukan hal apapun, misalnya membangun rumah dan bercocok tanam.
Kebudayaan atau kesenian merupakan perwujudan dari bentuk kesadaran manusia dalam ber-Ketuhanan. Oleh karenanya, kebudayaan disebut juga pekerjaan agama. Sistem ekonomi, seistem kekerabatan atau sistem mata pencaharian berkaitan dengan kesadaran manusia terhadap Tuhan. Orang timur selalu mengaitkan semua hal dengan kesadaran terhadap Tuhan. Bahagia adalah ketika ketiga titik hidup rukun damai, ketika terjadi diskoneksi maka akan muncul konflik. Mbah Kliwon menyebut tiga titik tersebut sebagai dunia atas, dunia diri manusia dan dunia sekitar manusia.
Pak Hartono merespon pertanyaan dari Kang Zion selaku moderator terhadap gambar latar belakang tema. Terdapat potongan gambar lukisan bertema ‘Sang Hyang Ibu’ yang memperlihatkan dua sosok wayang; Ibu Kunthi dan Werkudara. Simbol untuk mengungkapkan bentuk kasih sayang seorang ibu yang tidak terbatas. Sebaliknya, seberapa pun banyaknya kebaktian seorang anak terhadap ibunya, masih akan terasa kurang dan kurang.
Gambang Syafaat edisi ini juga dibersamai tiga penggiat dari Maiyah Semak Taddaburan Kudus yaitu: Mas A’an, Mas Ali dan Mas Tio.
Mas Ali Fatkhan mengambil sudut pandang lain untuk memberi respon terhadap tema. Ada banyak fenomena di media sosial yang dapat dijadikan sebuah pengamatan. Mas Ali mengamati beberapa postingan di medsos pribadinya prihal kebahagiaan. Ada orang memposting foto rokok kemudian menambahkan caption ‘bahagia itu sederhana’. Di lain waktu, ada orang yang mengunggah foto ketika sedang bersantai di kafe dengan pacarnya dan seseorang yang meng-upload foto ketika berada di kamar hotel, lagi-lagi dengan caption ‘bahagia itu sederhana’. Sebenarnya dari tiga kasus tersebut, apa kesamaan indikator kebahagiaan seseorang? Apakah ada hal yang sama?
Menurut Mas Ali, ada dua unsur utama seseorang bisa bahagia yaitu senang dan tenang. Seseorang yang hanya memiliki salah satu unsur saja, maka kebahagiannya kurang lepas. Misalnya orang yang mencuri, dia tidak bisa merasakan ketenangan sehingga kurang bahagia. Komponen kebahagiaan satu orang dengan orang lain berbeda. Semua orang memiliki standar kebahagiaannya masing-masing. Ada yang bisa bahagia hanya dengan menghisap sebatang rokok, ada juga yang kebahagiaannya harus diperoleh di hotel mewah. Mengenai standar hidup, Mas Ali memiliki definisi tersendiri. Beliau mengartikan standar hidup sebagai simulasi terhadap tiga hal: 1. Keharusan, 2. Kebutuhan dan 3. Keinginan.
Standar hidup ini dapat diilustrasikan dengan mengamati kejadian sekitar. Misalnya seorang buruh bangunan yang sedang mengerjakan keharusan menyelesaikan pekerjaan. Ketika dia sudah selesai nglepo tembok kamar dalam waktu sehari, maka dia sudah merasa bahagia karena keharusannya terlaksana. Selanjutnya, ada juga seseorang yang sudah menginjak level standar kebutuhan. Seseorang yang kebutuhan hidupnya sudah tercukupi, misalnya makan teratur dengan suguhan seadanya, maka dia sudah merasa bahagia. Tingkatan terakhir berada di keinginan. Seseorang yang sudah ‘selesai’ dengan keharusan dan kebutuhan, maka akan mengejar standar kebahagiaan berupa keinginan. Semakin tinggi keinginan seseorang maka standar hidupnya untuk mencapai kebahagiaan semakin tinggi juga. Alasan itu yang menyebabkan pemicu kebahagiaan orang berbeda-beda.
“Orang bahagia saja tidak cukup, episode selanjutnya yaitu gembira. Gembira adalah kebahagiaan yang dipantul-pantulkan ke sekitarnya,’ pungkas Mas Ali.
Kebahagiaan bersumber dari karunia, fadilah, dan rahmat Allah SWT. Bentuk kerahmatan yang diterima orang tidak sama sehingga menyebabkan faktor kebahagiaan seseorang berbeda-beda. Gus Aniq kemudian membawa jamaah untuk mendalami tentang penciptaan manusia,di mana kelahiran manusia disertai Nur Ilahi, Nur Muhammad dan Nur Adabi. Di penjelasan Jawa ada istilah pahyangan, palemahan dan pawongan.
Pahyangan merupakan konsep pemahaman pendekatan bahwa Allah menghimpun Diri dalam sifat pemeliharaan dan mengayomi. Manusia lahir di dunia diberikan tugas untuk menjadi perwakilan Tuhan. Proses penciptaan manusia tidak jauh dari ‘pencahayaan’. Semua bayi yang dilahirkan siap membawa cahaya dan memancarkan percikan cahaya. Pawongan mengarah kepada bagaimana hubungan seseorang dengan yang lain. Harus ada hubungan yang dibangun antar manusia. Muncul istilah ihsan, adalah manusia yang membawa keharmonisan antara mahkluk dan alam lain. Palemahan berkaitan dengan lingkungan. Contoh sederhananya; kultur kebudayaan orang di Semarang pasti sebagian besar terpengaruh letak geografis Kota Semarang. Manusia Jawa di masa lalu selalu mengambil keputusan dengan mengikutsertakan alam. Mereka selalu menjaga koneksi dengan alam sekitar. Tiga konsep ini akan saling berkaitan. Harus ada keharmonisan pengelolaan antara sistem pahyangan, pawongan dan palemahan.
Sebesar apapun masalah di dunia, Allah selalu mengelola dunia ini dengan konsep kerahmatan. Kemudian muncul pertanyaan, kenapa Allah terkesan membiarkan ‘kerusakan’ yang disebabkan manusia? Gus Aniq berpendapat bahwa ada wilayah takdir yang bisa dikelola manusia. Beliau menyimulasikan konsep takdir pada kasus kelahiran. Bayi yang lahir di dunia terkait jenis kelamin, golongan darah, warna kulit, dan aspek gen yang lain merupakan hak mutlak Allah. Manusia tidak dapat menggugat atau mengintervensi keputusan Allah. Bagian yang bisa diambil oleh manusia adalah pada proses berkehidupan, pembesaran dan pendidikan sang bayi tersebut. Sehingga ada hal yang memang akan dibiarkan Allah terjadi walaupun bersifat kerusakan dan konflik, dengan catatan setiap tindakan kerusakan akan mendapatkan tanggungan. Perselisihan antara kerahmatan dan kelaknatan sudah ada sejak zaman Nabi Adam. Dimulai dari kedua anaknya, Habil yang mencerminkan peradaban peternakan dan Qabil membawa peradaban pertanian. Qabil kemudian menghadirkan kelaknatan berbentuk konflik.
Gus Aniq juga membawa jamaah mempelajari dzikir. Kebanyakan orang mendefinisikan dzikir dengan mengingat Allah. Menyebut nama Allah dan melakukan pengulangan, 10, 100, 1000 kali atau lebih banyak lagi. Menurut Gus Aniq, dzikir tidak hanya sebatas berhenti di situ. Ber-dzikir artinya selalu menghadirkan Allah dalam kehidupan sehari-hari, misalnya bagaimana menerapkan tasbih, tahmid dan takbir dalam kehidupan sehari-hari. Momen seperti apa yang tepat untuk mengaplikasikan dzikir-dzikir tersebut.
“Kenapa sih, kita harus mengatakan Allahu Akbar? Bukan Allahu Kabir, misalnya?” Tanya Gus Aniq kepada jamaah.
Beliau menjelaskan tiga kata lain yang sering muncul di Al-Quran dan mendampingi kata Allah, yaitu: adzim, kabir dan akbar. Gus Aniq mengilustrasikan dengan sebuah bom yang meledak di suatu tempat. Bom tersebut atau bendanya adalah adzim, ledakan yang muncul dari bom tersebut merupakan kabir dan dampak kedahsyatan dari ledakan bom itu adalah akbar.
Kegembiraan dilengkapi dengan penampilan puisi ora blas Cak Noeg, Kang Wakijo lan sedhulur dan pembacaan puisi oleh Mas Tio, salah satu penggiat muda Maiyah Semak Tadabburan Kudus yang pernah menjadi peserta termuda di event parade penyair nusantara.
Semua orang berhak bahagia. Kebahagiaan setiap orang memiliki tingkatan level yang berbeda-beda. Langkah selanjutnya setelah seseorang bahagia adalah bergembira, memantul-mantulkan kebahagiannya kepada sekitar.