Seiring perkembangan teknologi sejak sekitar 10 tahun yang lalu, media untuk mengakses informasi mulai beralih menggunakan perangkat digital. Interaksi antar manusia juga mulai beralih menggunakan gadget. Terlebih dalam kondisi pandemi ini, setiap kegiatan komunikasi sehari-hari mulai dari pembicaraan warga kampung, sekolah, hingga pekerjaan lebih diarahkan untuk menggunakan jasa internet via beberapa perangkat mulai dari handphone, tablet, laptop, PC dan sejenisnya.
Bentuk komunikasi via gadget tersebut memiliki kelemahan dan kekuatan.
Kelemahan-kelemahan tersebut antara lain:
1. Bentuk komunikasi via digital baik itu melalui tulisan/chat, suara/rekaman suara, gambar maupun gambar bergerak/video mengesampingkan “rasa”. Banyak hal yang disampaikan oleh komunikator cenderung bias ketika diterima oleh komunikan, contoh: ekspresi, intonasi, nuansa, dll.
Hal itu tentu berdampak pada habluminannas setiap umat. Pada situasi dan kondisi tertentu, tak jarang bentuk komunikasi ini justru menimbulkan mis-interpretasi hingga berujung perpecahan.
2. Komunikasi digital memang terkesan lebih cepat sampai pada obyek. Namun respon dari obyek bisa tertunda, tergantung dari kondisi dan situasi yang dialami obyek penerima tersebut. Contoh: tidak adanya/lemahnya sinyal dari provider yang dipakai oleh obyek, kondisi obyek yang jarang online, situasi obyek yang overload dalam menerima pesan.
Berbeda jika masing-masing manusia bertatap muka secara langsung, hal tersebut akan menimbulkan “olah rasa” dengan tingkat respon yang lebih cepat dan mudah. Jika dikaitkan dengan habluminannafs, sangat berpotensi untuk media pembelajaran.
Namun komunikasi digital juga memiliki beberapa kekuatan, yaitu:
1. Pesan lebih cepat tersampaikan pada obyek, Obyek juga dapat segera beralih menjadi subyek pengirim pesan (tergantung situasi dan kondisi yang telah dipaparkan pada contoh di atas).
2. Tingkat jangkauan komunikasi via digital lebih luas, hingga ke seluruh belahan dunia dimana tempat tersebut tersedia internet. Hal ini bisa dijadikan alat dakwah yang cukup efektif namun tergantung dari tingkat pemahaman dan kondisi obyek penerima pesan.
Tanpa terlepas dari penggunaan gadget secara khusus untuk berkomunikasi, secara umum alat tersebut telah menjadi budaya dalam kehidupan sehari-hari sebagai media untuk mengakses informasi. Bahkan tingkat ketergantungan manusia terhadap gadget amat tinggi. Mulai dari membuka mata saat mengawali hari hingga akan menutup mata untuk mengakhiri hari, mayoritas manusia membuka gadget mereka meskipun hanya sekedar untuk mengetahui waktu.
Begitu mudahnya manusia mendapatkan berbagai informasi mengenai banyak hal, seakan dunia hanya sebatas cakupan layar gadget mereka. Motif penggunaanya pun variatif, dari yang bermanfaat hingga merusak.
Lalu, bagaimanakah antisipasi kita hingga puluhan tahun ke depan untuk mengantisipasi kelemahan dan memanfaatkan kekuatan dari komunikasi digital?
Pada mulanya, perlu dipupuk kesadaran bagi setiap insan bahwa gadget hanyalah alat. Kembali pada penggunaan masing-masing manusia yang akan mengambil manfaat dari alat tersebut. Pun beserta mudharatnya, tanpa disadari gadget bisa menjadi “berhala baru” bagi manusia yang menggunakannya untuk memburu nafsu duniawi semata. Pada umumnya justru manusia yang diperalat oleh alat tersebut.
Kondisi tersebut amat berpotensi untuk membelokkan aqidah, dimana seharusnya kita selalu ingat tujuan akhir kita yaitu Allah malah dengan perantara alat tersebut justru semakin menjauhkan kita dari Dia.