Ingatan itu masih belum terhapus pada kenangan suatu malam, dimana kali pertama menghadiri acara Gambang Syafaat di Masjid Baiturrahman. Malam itu adalah bulan puasa, entah puasa di hari ke berapa, lupa. Mbah Nun pada malam itu hadir. Sebelumnya memang tidak mengetahui siapa yang akan mengisi dan acaranya apa. Ayo datang ke Gambang Syafaat, ajak teman saya dan saya mengiyakan saja. Saya tidak mengetahui siapa itu Mbah Nun. Hanya saja saya pernah mendengar tipis-tipis bahwa Mbah Nun tidak lain dari Emha Ainun Nadjib dan lebih populer dengan sebutan Cak Nun.
Tentunya bahagia itulah kesan pertama menghadiri acara GS. Apalagi saat Mbah Nun menyampaikan gagasan-gagasan, para jamaah begitu khidmat mendengarkannya. Apa yang disampaikan Mbah Nun begitu asyik, mencerahkan, menyadarkan, tidak menggurui, dan dialogis. Terkadang diselingi dengan humor dan banyolan yang sangat meggembirakan sehingga para jamaah tidak bisa menahan tertawa.
Setiap tanggal 25 memang menjadi ketetapan diselenggarakan Gambang Syafaat secara konsisten hingga sekarang. Keberadaan GS sekarang memag jauh beda dengan GS dulu. Ini hanya persepsi. Jangan sampai ditafsirkan sebagaimana qaul qodim dan qaul jadid. Gambang Syafaat tidak akan berubah nama, hanya metodenya yang dikemas sedemikian rupa agar hidangan yang disajikan kepada jamaah tidak mengecewakan. Ini secercah pengalaman saya. Dulu setiap tanggal 25, saya kerap bertanya kepada teman yang aktif bermaiyah, Mbah Nun datang tidak. Entah ini hanya saya saja atau jamaah yang lain juga demikian.
Hal ini dikarenakan setiap Mbah Nun hadir, jamaah pasti membludak dan konsisiten di tempat, tetapi jika Mbah Nun tidak hadir, jamaah yang semula banyak perlahan menipis. Padahal kehadiran Mbah Nun belum bisa dipastikan. Meskipun kabar yang bersliweran Mbah Nun akan hadir, belum dapat dipastikan. Begitu sebaliknya, Mbah Nun tidak hadir, ternyata malah hadir. Perihal deskripsi saya terkait GS yang seolah-olah ada perbedaan dulu dan kini itu hanyalah deskripsi. Jangan dihiraukan karena subjektif. Persepsi jamaah mungkin berbeda dengan saya. Namun yang perlu kita apresiasi adalah etos bermaiyah dari dulu hingga sekarang tidak pernah putus dan selalu dirawat. Matursuwun para pegiat Maiyah Gambang Syafaat.
Usia ke-19 bagi Gambang Syafaat yang jatuh pada 25 Desember 2018 menjadi momentum untuk selalu belajar. Muncul pertanyaan, apa yang harus dipelajari. Tentunya belajar beragam pengetahuan. Dan apapun yang ada di sekitar kita dapat dijadikan sebagai sumber pengetahuan sekaligus pembelajaran. Eksisitensi GS selama 19 tahun jika dianalogikan dengan usia manusia berarti memasuki puber. Perlahan berproses dalam menjaga etos bermaiyah, GS kerap memberikan fasilitas serta sedekah ruang berekspresi, dialog, dan menyampaikan gagasan agar tercipta kesadaran bermuhasabah dan meningkatkan etos belajar.
GS mengadakan peringatan Miladiyah ke-19 janganlah dimaknai yang bukan-bukan, apalagi sebagai bentuk euforia. Peringatan ini hanya sebagai wujud rasa syukur kepada Sang Ilahi. GS masih diberi kesempatan Sang Pencipta sebagai media ikhtiar bagi para jamaah untuk bertholabul ilmi, mencari ilmu. Dengan harapan GS selalu diberikan kelancaran dan keberkahan dalam menjalankan ghirah bermaiyah. Dan semoga keberkahan lumeber kepada para jamaah juga. Sebagaimana firman Allah dalam al-quran, Lain Syakartum Laazidannakum Wa Lain Kafartum Inna Adzabi Lasyadid. Rasa syukur tiada henti saya menjadi pribadi yang pernah menghadiri GS. Meskipun belum istiqomah. Selamat Milad Gambang Syafaat. Selamat merawat etos bermaiyah.