Saya berdoa kepada Allah menuju 19 Tahun Gambang Syafaat agar selalu istikhomah mencarikan kunci untuk membuka gudang ilmu kepada seluruh jamaah yang hadir, dan tetap mesra dalam kebersamaan “Seduluran sak lawase” sampai siapa saja yang mendapat ilmu mengaplikasikan ilmuNya “tandang sak tuntase” dengan keterbimbingan Allah dan kepresisian yang dihasilkan dari kejernihan pikiran dan ketertata’an hati yang setiap tanggal “Dua Puluh Lima” kita latih bersama.
Kalau kita ingin membuka gudang ilmu, kita, pertama harus melatih kepekaan, kecerdasan, imajinasi, analisa, semuanya harus dilatih terus. Kalau sudah dilatih, nanti tidak sukar memikirkan masalah, karena sudah terlatih sendiri. Seperti usus, tidak diperintahkan sudah berjalan sendiri dan membagi makanan ke dalam perut. Kedua, melanjutkan, yang namanya gudang ilmu itu luas, banyaknya ilmu bergantung pada aktifitas kita dalam mengelola kepekaan, kecerdasan imajiansi dan analisa. Kalau kita cangkir, maka ilmu yang didapatkan sebesar cangkir, jika kita drum, maka ilmu yang didapatkan sebesar drum. Ketiga, kita harus menjadi kunci untuk membuka gudang ilmu. Oleh karenanya, Gambang Syafaat membersamai kita semua untuk dapat membuka Gudang ilmu tersebut.
Gambang Syafaat membersamai kita semua untuk terus berlatih mencari kehendak Allah karena, manusia adalah mahluk pencari kebenaran, dalam mencari kebenaran itu manusia selalu bertanya. Dalam kenyataannya makin banyak manusia makin banyaklah pertanyaan yang timbul. Manusia ingin mengetahui perihal sangkanparan-nya, asal mula dan tujuannya, perihal kebebasannya dan kemungkinan-kemungkinannya. Dengan sikap yang demikian itu manusia sudah menghasilkan pengetahuan yang luas sekali yang secara sistematis dan metodis telah dikelompokan ke dalam berbagai disiplin keilmuwan, sehingga dapat disimpulkan dari keyakinan manusia untuk mencari suatu kebenaran. kemudian munculah berbagai macam disiplin ilmu pengetahuan (ilmu).
Gambang Syafaat membersamai kita semua untuk meminta ilmu kepada pemilik-Nya, memetik anugerah-Nya di setiap butiran udara. Kami semua berlatih di Gambang Syafaat untuk tidak mempertahankan kebenarannya sendiri, karena orang yang berlaku berdasarkan benarnya sendiri, pasti mengganggu orang lain, menyiksa lingkungannya, merusak tatanan hidup bersama, dan pada akhirnya pasti akan menghancurkan diri si pelakunya sendiri. Benarnya sendiri berlaku dari soal-soal rumah tangga sampai ke manifestasi-manifestasinya dalam skala sosial yang lebih luas berupa otoriatarianisme, diktatorisme, anarkisme, dan bahkan pada banyak hal berlaku pada monarkhisme atau teokrasi. Benarnya sendiri melahirkan Fir’aun-Fir’aun besar dalam skala negara dan dunia, serta memproduk Fir’aun-Fir’aun kecil di rumah tangga, di lingkaran pergaulan, di organisasi, bahkan di warung dan gardu.
Apa yang terjadi pada orang yang mencari ilmu, jika ilmunya benar, jika caranya mencari, mendalami dan menerapkannya benar –kalau digambar—seperti salib yang berdiri, yang batang bagian bawahnya menancap ke bumi. Batang salib bagian atas menggambarkan kuantitas atau kualitas ilmu yang diperoleh seseorang. Sarjana, doktor, profesor, ulama, pendekar, tentu tinggi batang atas salibnya. Batang salib bagian bawah, yang menghujam dan mengakar ke bumi, melambangkan mentalitas atau kepribadianya. Sedangkan batang salib horizontal, yang melebar ke kanan dan ke kiri, melambangkan keluasan jiwanya, kejembaran hatinya, kesabaran batinnya, atau kelembutan perasaannya. Batang horizontal itu bagaikan kayu yang memanjang ke cakrawala dan siap menjadi landasan bagi berdirinya berbagai benda yang diletakkan di permukaan bumi. Semakin tinggi batang bagian atas, diperlukan batang bawah yang semenghujam mungkin ke bumi, sekaligus dibutuhkan batang horizontal sepanjang mungkin sehingga menjadi penyangga kukuh bagi tegaknya batang atas.
Artinya, semakin tinggi ilmu seseorang, maka semakin kokoh mentalitasnya, semakin matang kepribadiannya, semakin luas kosmos spiritualitasnya, semakin lentur jiwanya, semakin sareh hatinya, semakin dewasa kehidupannya.
Di Gambang Syafaat kita terus mencari ilmu dan berusaha tidak bergantung pada “ego”, sebagai penemu teori, inventor, atau pionir dari apa saja. Ilmu itu milik Allah dan akan kembali kepada Allah. Kita semua hanya siswa TK yang sekali waktu dikasih tepuk tangan dan pujian sesudah menyanyikan lagu “balonku ada lima”.
Kalau orang meningkat ilmunya, Jiwanya menjadi luas dan kepribadiannya menjadi matang. Karena keluasan dan kematangannya, ia mampu menampung kesempitan orang-orang. Namun yang terjadi sekarang ini terbalik. Orang-orang bodoh malah harus menyediakan keluasan, kesabaran, dan kematangan untuk menampung kehendak-kehendak orang pandai.
Tuhan sudah langsung menganugerahi kita ilmu dan informasi melalui alam, diri manusia sendiri, serta firman-firman-Nya, dan itu yang dinamakan informasi Tuhan. Akan tetapi kita sebagai wakil Nya, harus merekayasa juga pengembangan dan penerjemah ilmu dan informasi itu. Tingkat pengetahuan dan ilmu yang diajarkan oleh Tuhan kepada manusia tidak memperkenankannya untuk memperdebatkan dalam memperoleh kesimpulan tentang sirullah, rahasia Ilahi.
Pada akhirnya di Gambang Syafaat kami semua belajar pada ilmu udara, Ilmu udara adalah Ilmu Tangan Kosong atau Ilmu Kantong Bolong. Tangan kosong adalah tangan yang jujur dan apa adanya. Tangan yang tak menggenggam apa-apa, tak memiliki apa-apa, tak dibebani apa-apa. Kantong bolong adalah kantong yang fungsinya hanya untuk lewat. Tak bisa menyimpan. Jadi, kantong bolong tidak memiliki sesuatu, ia hanya berfungsi. Mencari ilmu adalah sebuah kesadaran dan kemauan untuk secara aktif melakukan pencarian dan penelusuran seluas-luasnya atas sebuah fenomena, kejadian, peristiwa dan sebagainya sehingga menumbuhkan pengertian yang utuh dan integrated.
Terimakasih Gambang Syafaat 19 Tahun membersamai kita semua……..