Sudah hampir tiga tahun aku kerap hadir di Sinau Bareng bersama sedulur-sedulur. Bekenalan dengan banyak orang, belajar dari cerita dan pengalaman orang lain itu adalah buah yang selama ini kupetik. Pastinya ada yang sudah sejak lama betah dan ‘ketagihan’ untuk duduk berjam-jam, bersila, dan mendengarkan apa cerita orang lain. Atau pun ada yang baru datang karena mengobati rasa penasaran akibat cerita orang lain cerita kepada dirinya tentang Maiyah ki ngene…, penak tenan Cak, Gambang Syafaat (GS) lho penak ngajine, bahasane sante ning mresep, dan cerita teman yang lain. Keingintahuan itu yang membuatnya bermuara kepada Maiyah. Terutama daerah sekitar Kota Semarang terwakili oleh Gambang Syafaat.
Selain itu, selalu ada pertanyaan unik dan menggelitik yang mungkin sudah berusia sama seperti GS yakni menjelang 19 tahun, senantiasa membersamai, dan kemungkinan besar pertanyaan ini akan terus ada. Pertanyaan itu adalah, “Mbah Nun rawuh ora?” Setidaknya ada kerinduan bagi si penanya. Bagi jamaah yang telah menjadi pecandu GS, ketidakhadiran Mbah Nun secara fisik tidak menjadi masalah. Bagi mereka Mbah Nun selalu menemani.
Untuk ulang tahun Gambang Syafaat yang ke 19 tahun, kumpulan syair Mbah Nun yang berjudul “99 Untuk Tuhanku” yang kemudian dibukukan dan dicetak pertama kali tahun 1983 oleh Penerbit Pustaka Bandung bisa menjadi catatan reflektif yang penting. Menjadi doa yang senantiasa menemani GS di tiap langkahnya. Sesuai ulang tahun yang ke-19, aku mengambil syair nomor 19.
Tuhanku
aku berguru kepada-Mu
ajarilah bagaimana mendengarkan batu
membaca suara
menggenggam angin yang bisu
Tuhanku
kedunguan memberiku pengertian
buta mata menganugrahiku pengelihatan
kelemahan menyimpan belimpah kekuatan
jika aku tahu
terasa betapa tak tahu
waktu melihat
betapa penuh rahasia
gelap
yang dikandung cahaya
Tuhanku
aku berguru kepada-Mu
tak tidur di kereta waktu
lebur dalam ruang
karena setiap satu mengandung seribu
berguru kepada-Mu, Tuhanku
kuragukan setiap yang kutemu
kutimba ilmu dari yang paling dungu
Gambang Syafaat senantiasa mengandung satu, yang akan lahir seribu. 19 tahunnya adalah membersamai, melahirkan cinta yang melintasi waktu serta dedikasi. Gambang Syafaat menjadi salah satu perantara kita untuk mengerti diri sendiri, orang lain, semesta dan Tuhan. Ibarat kebun buah, silakan siapapun boleh memetiknya. Ambil pelajaran dari orang-orang didalamnya. Long life GS!