Raut – raut wajah pegiat Gambang Syafaat (GS) pada 25 Desember 2017 berbahagia. Tak terasa perjalanan panjang 18 tahun, menggelar karpet, mempersiapkan tratak, mengecek sound sistem, menggelar lapak hingga memastikan agar Jamaah Maiyah nyaman menikmati GS setiap bulan selalu mereka lakukan. Mereka melakukan itu setiap bulan dan sudah 18 tahun! Tak ada perintah, mereka lakukan secara sukarela dan bahagia. Maka malam ini tak jadi masalah jika para pegiat GS menyiapkan perayaan ulang tahun ke-18 menjadi hari pengingat dan sumber energi baru agar GS mampu menemani para jamaah setiap bulan.
Raut-raut kebahagiaan juga bisa kita lihat di wajah Jamaah. Tentu jajanan seadanya yang dibungkus plastik ukuran setengah kilogram tak berarti bagi para jamaah. Jajanan sederhana itu adalah tanda bukti terima kasih para pegiat untuk para jamaah yang selalu bersama selama 18 tahun. Acara dimulai dengan pembacaan Ayat suci Alquran Surat Al-Kahfi oleh Gus Aniq. Di sela-sela pembacaan Surat Al-Kahfi, para jamaah secara bersama melakukan sujud. Setelah itu dilanjutkan dengan Munajat Maiyah. Dipandu secara bersama oleh Kang Jion dan Kang Nasir.
Sajian musik rebana Nurul Asatidz dari Universitas PGRI Semarang (UPGRIS) menambah duduk para jamaah terasa mantap. Lagu-lagu dibawakan, para jamaah ikut berdendang. Sungguh pemandangan yang hangat. Seperti apa kata Mbah Nun, Tuhan selalu ikut campur atas apa saja yang sedang terjadi. Rebana Nurul Asatidz bukanlah kelompok rebana yang hanya membawa terbang empat dan mendendangkan solawatan saja. Ada organ, gitar hingga gamelan menambah harmoni musik mereka komplit. lagu berjudul perahu layar gubahan Didi Kempot bahkan sempat dinikmati para jamaah untuk menikmati perayaan ini.
Usai menikmati suguhan rebana Nurul Asatidz, para jamaah menyimak beberapa testimoni dari simpul-simpul Maiyah di sekitar GS. Lukman (Sedulur Maiyah Kudus), Joko (Maiyah Kalijagan), Mas Sigit (Kenduri Cinta), Suluk Pesisiran, hingga Yunan (Pondok RKSS Semarang) bergantian mengutarakan kebahagiaan mereka akan 18 tahun GS. Jika bisa saya ambil kesimpulan mereka sepakat bahwa GS telah benar-benar dengan tulus dan ikhlas menjaga Indonesia selama 18 tahun.
Para pegiat tak sekadar mendatangkan tamu-tamu dari lingkaran simpul maiyah sekitar. Pembicara-pembicara yang rutin menemani jamaah GS juga hadir. Mereka secara langsung ikut merayakan kebahagiaan selama 18 tahun ini bersama para jamaah. Ada Pak Ilyas, Pak Sararti, Habib Anis Sholeh Baasyin dari Pati, Pak De Mus dari Lampung, Om Budi Maryono, Pak De Hemran dari Suluk Surakartan, Kang Muhajir dan Kang Ali Fatkhan duduk di barisan paling depan berjajar menghadap para jamaah.
Mereka bersama para jamaah ikut menyaksikan simbolik pemotongan Tumpeng. Ada 18 ambengan yang disediakan untuk para jamaah. Jumlah yang sama dengan bilangan ulang tahun GS. Usai penyerahan seiris tumpeng 17 ambengan yang lain diberikan ke para jamaah yang malam itu memenuhi sisi selatan Masjid Baiturrahman Semarang.
Para jamaah terlihat bahagia dengan sajian ini. Suasana ini menambah sisi kekeluargaan dan harmonisasi para jamaah dengan para pegiat yang terpisah oleh sekat. Para Jamaah merasa bahagia malam itu. Sajian musik Wakijo lan Sedulur dengan suara yang khas menjadi kenikmatan tersendiri di malam itu. Shodakoh panjang telah dilakukan GS. Shodakoh selama 18 tahun. Beragam tema dari urusan sederhana hingga masalah negara disajikan tiap bulan. Ide-ide maupun pemikiran pemikiran yang lahir dari tempat tersebut adalah hasil shodakoh panjang yang dilakukan Gambang Syafaat. (Redaksi – Priyo Wiharto)