Pada Februari 2017, redaksi Gambang Syafaat menerbitkan buku berjudul “Tandur”. Buku ini adalah kumpulan Mukadimah, Catatan, dan Reportase Gambang Syafaat selama tahun 2016. Menurut Sekjen Gambang Syafaat, Muhamad Syahroni terbitnya buku ini menandai dimulai tradisi literasi di lingkungan Gambang Syafaat. Buku, seperti disampaikannya dalam kata pengantar buku tersebut mampu mengemban misi memperpanjang ingatan. Sejarah akan mudah dibelokkan oleh orang-orang yang berkepentingan, buku diyakini mampu menangkalnya. Jika saja pikiran-pikiran yang ada di otak, file-file yang ada di dunia Maya kita anggap sebagai ‘non fisik’ maka membukukan adalah upaya membuat jadi fisikal, dan ada sebuah asumsi, membaca buku yang fisikal lebih ‘lama tersimpan’ di otak ketimbang membaca file yang sering dilakukan sambilan saja.
Kita paham, kita harus menggunakan berbagai cara untuk menyebarkan kebaikan, bisa melalui musik, kesenian, teater, termasuk buku. Hal itu perlu dilakukan atas kesadaran bahwa penyebaran, pengelabuan juga melalui berbagai cara. Buyer menyebarkan berita sesuai kepentingan yang bayar dengan cara masif untuk mengubah pendapat umum.
Membaca buku ini kita akan mendengar riuh rendah perdebatan di negeri ini. Sebagaimana kita tahu, tahun 2016 banyak terjadi sengkurat yang terjadi di Indonesia. Dari kasus hoak yang banyak menyebar di dunia maya, penistaan agama, hingga demo besar-besaran umat Islam. Gambang Syafaat melalui diskusi-diskusinya setiap tanggal 25 merespon hal tersebut ala Maiyah. Maka muncullah tema-tema seperti Umat-Umatan, Tadabur Selfi, Online, Deklarasi Aurot, Sujud Kalukulasi, Menalar Pagar Kedaulatan, dan tema-tema yang lain.
Buku ini menarasikan proses sinau bareng Gambang Syafaat. Sebuah diskusi yang merambu-rambu diri dengan segitiga cinta; Allah, Rosulluallah, dan Insan. Tadabbur atas masalah-masalah yang sedang muncul, menyibak apa-apa dibalik peristiwa dalam Gambang Syafaat itu ditemani oleh orang-orang dari berbagai latar belakang. Sehingga makna tandur misalnya bisa ditinjau dari berbagai segi, ditinjau dari segi Al Quran, ilmu pengetahuan, atau bahkan pengalaman sehari-hari.
Bulan Desember 2016 kemarin Gambang Syafaat mengurai tema “Menalar Pagar Kedaulatan”, tema ini menggugah pemahaman kita selama ini, sebenarnya Negara kita ini berdaulat apa tidak? Sebenarnya umat Islam itu sebagai mayoritas atau minoritas di negeri ini? Mayoritas jumlahnya tetapi menoritas mengankses sumber daya alamnya.
Sebelumnya, tulisan-tulisan di dalam buku ini sudah beredar dalam web yang dikelola oleh redaksi Gambang Syafaat dalam gambangsyafaat.com. Buku ini terdiri dari tiga bab; Bab satu Mukadimah, bab dua catatan, dan bab tiga reportase. Tulisan mukadimah adalah pengantar pengajian yang diunggah sebelum acara, catatan adalah tulisan-tulisan sebagai respon diskusi dan diunggah setelah pengajian, sedangkan reportase adalah laporan pengajian dalam bentuk tulis.
Buku ini diberi judul Tandur. Tandur, dalam bahasa Indonesia artinya menanam. Setiap malam tanggal 25 kita berharap dalam kesadaran menanam, tentu saja menanam kebaikan. Yang melakukan pekerjaan menanam adalah petani. Seorang petani diberi mangga misalnya, ia tidak hanya berpikir tentang gading mangga yang lezat untuk dimakan, tetapi juga memiliki niat untuk merawat pelok atau isi mangga. Seorang yang nandur berpikir tentang berkelanjutan. Ia tidak berpikir, hanya dia yang menikmati hasil atas buah itu tetapi juga berpikir sampai anak cucu. Semoga Gambang Syafaat Istikomah, tumbuh dan terus menerbitkan buku.